Awasi Pilkada Lampung, KPK Hanya Masuk Pada Calon Yang Berstatus Penyelenggara Negara
BANDAR LAMPUNG (Lampost.co) -- KPK mulai memonitor Pilkada di 8 kabupaten/kota yang akan segera dimulai pada 2020. Berbagai modus sudah terbukti, seperti money politik, suntikan dana dari pengusaha, jual beli rekomendasi partai, dan pola-pola lainnya.
Hal itu terbukti dengan empat kepala daerah di Lampung yang menjadi tersangka. "Dari penelitian kita, biaya Pilkada bupati/wali kota itu Rp20-30 miliar, gubernur bisa sampai Rp100 miliar, kemauan donatur Pilkada itu, dapat bansos, dapat akses kebijakan daerah, keamanan dalam bisnis, ikut serta dalam tender, sampai kemudahan dalam perizinan, atau pajak," ujar Kepala Satgas III Unit Koordinasi dan Supervisi dan Pencegahan (Korsupgah) KPK Dian Patria, dalam diskusi dengan media, di Hotel Novotel, Rabu (7/8/2019).
Dalam melakukan pencegahan, KPK tentunya telah memiliki wadah yakni, tim politik cerdas berintegritas dari Direktorat Pembinaan Masyarakat KPK.
Polanya memberikan pendidikan politik ke masyarakat."Disitu kita ada diskusi, kita sampaikan kepala daerah disitu dibuka LHKPN biar dilihat masyarakat, dari mana saja hartanya," katanya.
Disinggung soal langkah penindakan, kata Dian, tentunya pihak Direktorat penindakan selalu melakukan penyelidikan, bahkan melakukan operasi tangkap tangan, soal pengadaan proyek atau perizinan yang merugikan negara. Namun KPK hanya bisa bergerak ketika ada kerugian negara dan pelakunya ASN, pejabat atau penyelenggara negara. "Kita bisa masuk kalau dia unsur ASN. Nah isu itu, jual beli perahu dan lainnya harus terpenuhi unsur tersebut," katanya.
Namun KPK berharap masyarakat dapat memilih pemimpin yang tidak di backup perusahahan, bahkan calon yang pernah terkena pidana korupsi. "Makanya peran media juga, dari naming and shaming," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar