Rupiah Anjlok, Industri Batik Di Pekalongan Terpuruk
Kabar24.com, JAKARTA - Industri batik Kabupaten
Pekalongan, Jawa Tengah, kian terpuruk terkait merosotnya nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS, kata Ketua Kamar Dagang dan Industri Kabupaten
Pekalongan Failasuf.
"Biaya produksi batik yang kian tinggi akibat merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berdampak negatif terhadap perajin batik karena mereka masih mendatang bahan baku dari luar negeri," katanya di Pekalongan, Kamis.
Ia mengatakan sudah dua bulan terakhir ini nilai rupiah terus melemah hingga pada titik sekitar Rp13 ribu per dolar Amerika Serikat.
Kondisi seperti itu, kata dia, mengakibatkan para produsen batik resah karena biaya produksi secara otomatis naik menyusul menurunnya rupiah terhadap mata uang dollar AS.
"Sudah dua bulan dollar AS terus naik, puncaknya sekarang hingga mencapai Rp13.250. Yang jelas, dampaknya pada biaya produksi batik," katanya.
Menurut dia, sejumlah bahan baku batik impor yang dibeli para produsen batik, antara sutera, katun hingga obat pewarna.
"Bahan baku tersebut masih diimpor dari luar negeri yang transaksinya menggunakan dollar sehingga biaya produksi naik dan sepatutnya harga jual juga ikut naik. Akan tetapi, daya beli masyarakat masih utuh sehingga berimbas omzet penjualan batik turun," katanya.
Ia menambahkan keterpurukan perajin batik juga dihadapkan pada kondisi turun hujan yang masih sering mengguyur wilayah Pekalongan sehingga aktivitas pewarnaan batik akan terganggu.
Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Kabupaten Pekalongan, Agus Dwi Nugroho mengatakan dalam sabulan terakhir ini ada tren kenaikan bahan baku batik paskamerosotnya nilai rupiah terhadap dollar AS.
"Margin produsen batik makin tertekan. Akan tetapi produksi mahal, belum tentu diikuti dengan harga jual jika melihat daya beli konsumen di pasar," katanya.
"Biaya produksi batik yang kian tinggi akibat merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berdampak negatif terhadap perajin batik karena mereka masih mendatang bahan baku dari luar negeri," katanya di Pekalongan, Kamis.
Ia mengatakan sudah dua bulan terakhir ini nilai rupiah terus melemah hingga pada titik sekitar Rp13 ribu per dolar Amerika Serikat.
Kondisi seperti itu, kata dia, mengakibatkan para produsen batik resah karena biaya produksi secara otomatis naik menyusul menurunnya rupiah terhadap mata uang dollar AS.
"Sudah dua bulan dollar AS terus naik, puncaknya sekarang hingga mencapai Rp13.250. Yang jelas, dampaknya pada biaya produksi batik," katanya.
Menurut dia, sejumlah bahan baku batik impor yang dibeli para produsen batik, antara sutera, katun hingga obat pewarna.
"Bahan baku tersebut masih diimpor dari luar negeri yang transaksinya menggunakan dollar sehingga biaya produksi naik dan sepatutnya harga jual juga ikut naik. Akan tetapi, daya beli masyarakat masih utuh sehingga berimbas omzet penjualan batik turun," katanya.
Ia menambahkan keterpurukan perajin batik juga dihadapkan pada kondisi turun hujan yang masih sering mengguyur wilayah Pekalongan sehingga aktivitas pewarnaan batik akan terganggu.
Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Kabupaten Pekalongan, Agus Dwi Nugroho mengatakan dalam sabulan terakhir ini ada tren kenaikan bahan baku batik paskamerosotnya nilai rupiah terhadap dollar AS.
"Margin produsen batik makin tertekan. Akan tetapi produksi mahal, belum tentu diikuti dengan harga jual jika melihat daya beli konsumen di pasar," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar