Jumat, 06 Juli 2012

Inilah Prosedur Menutup Jalan Umum Saat Perkawinan atau Kematian

a






Di banyak daerah di Indonesia sering sekali ditemui jalan umum seperti jalan nasional dan jalan provinsi ditutup sebagian untuk tempat resepsi perkawinan atau takziah kematian. Barangkali sidang pembaca pernah melihat kejadian serupa?

Parahnya, sebagian besar diantaranya yang pernah penulis temui, tidak ada membuat plang pernyataan maaf atas gangguan fasilitas umum (fasum) dan rambu pengalihan jalur lalu lintas. Yang lebih berbahaya, terutama selepas tikungan, tidak ada tanda berupa pemberitahuan jika ada penutupan jalan, sehingga selepas tikungan tiba-tiba berhadapan dengan jalan yang ditutupi palang, kayu, drum bekas, atau ban bekas. Gubrak! Pernah sekali penulis melihat seorang pengendara motor terpeleset lantas menabrak ban bekas penghalang jalan.



Menutup fasum berupa jalan untuk kepentingan pribadi sangat tidak beradat, tak beretika atau, dengan istilah yang lebih lugas, biadab. Apalagi jika tanpa pemberitahuan dan permohonan maaf. Barangkali para ahli sosiologi dan antropologi bisa mengkaji korelasi kebiasaan mengganggu fasum ini dengan perilaku koruptif.
Anehnya, penutupan jalan demikian selalu diizinkan oleh Kepolisian setempat. Setidaknya demikian ketika ditanya pada yang punya hajat, entah benar ada izin atau jangan-jangan tak ada izin sama sekali.



Penutupan jalan memang diizinkan namun wajib memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Akan tetapi, dibolehkannya oleh UU bukan berarti tata etika dan kesalamatan di jalan raya diabaikan begitu saja.

Syarat-syarat penutupan jalan itu adalah: pertama, penggunaan jalan diluar peruntukannya dapat diizinkan jika ada jalan alternatif. Kedua, penutupan jalan nasional dan jalan provinsi dapat diizinkan hanya untuk kepentingan umum yang bersifat nasional.  

Konsekuensi hukum dari penggunaan jalan diluar peruntukannya secara melawan hukum tersebut adalah, pihak yang menutup jalan bertanggung jawab baik secara pidana maupun perdata. Secara pidana melanggar Pasal 274 ayat (1) dan Pasal 279 UU LLAJ dengan ancaman satu tahun penjara. Secara perdata dapat digugat dengan dasar hukum perbuatan melawan hukum, vide Pasal 1365 KUH Perdata.

Jika penutupan jalan yang melawan hukum tersebut menimbulkan kecelakaan yang mengakibatkan kematian orang lain, maka dapat dikenakan pasal pidana kelalaian mengakibatkan orang lain meninggal dunia (Pasal 359 KUHP) dengan ancaman pidana lima tahun penjara.

Ketiga, penutupan jalan kota/kabupaten dan jalan desa dapat diizinkan untuk kepentingan umum yang bersifat nasional, daerah, dan/atau kepentingan pribadi. Di sini jelaslah bahwa penutupan jalan untuk kepentingan pribadi seperti resepsi pernikahan hanya mungkin diizinkan pada jalan kota/kabupaten dan jalan desa.
 
Keempat, pelaksanaan pengalihan lalu lintas akibat penutupan jalan tersebut harus dinyatakan dengan rambu lalu lintas sementara.

Kelima, mengajukan permohonan izin penggunaan jalan diluar peruntukannya. Pemberian izin tersebut setelah pihak yang berkepentingan mengajukan permohonan terlebih dahulu ke Kepolisian setempat. Dengan permohonan dan pemberian izin tersebut, selanjutnya pihak Kepolisian menempatkan personilnya di jalan yang dialihkan sementara tersebut.

Apakah penutupan jalan di tempat Anda sudah memenuhi ketentuan di atas?

sumber:hukum.kompasiana.com

Tidak ada komentar: