BUPATI BUKA HALAQOH ULAMA DAN TOMA SE-EKS KARISIDENAN PEKALONGAN
KAJEN - Halaqoh secara
harfiah berarti diskusi bersama dengan duduk melingkar. Oleh karena itu
dengan kegiatan semacam ini, Bupati Pekalongan berharap dapat menjadi
penyejuk / pencerah / perekat berbagai anggota masyarakat dan membuat
kita menyadari selaku pribadi dan umat Islam apa fungsi atau peran
kita, bukan apa wewenang kita. Demikian sambutan Bupati Pekalongan Drs.
H. Amat Antono, Msi dalam acara Halaqoh Ulama NU dan Tokoh Masyarakat
se-Eks Karesidenan Pekalongan di Pondok Pesantren Nurul Huda Desa
Simbangkulon Kecamatan Buaran (19/12/13).
Bupati melanjutkan
penting bagi kita menyadari fungsi masing-masing karena kalau bicara
fungsi diantara kita akan saling melengkapi, namun apabila hanya bicara
kewenangan maka yang ada adalah arogansi. “Saya mengharapkan, adanya
kegiatan ini seluruh masalah bisa didiskusikan, tidak menonjolkan
kelompok, sehingga pada akhirnya bisa menghasilkan rekomendasi yang
bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan
pembangunan”, ujarnya.
Terkait tema yang diusung
yaitu Peran Ulama terhadap Bahaya Liberalisme dan Radikalisme Beragama
di Indonesia, Bupati menyampaikan bahaya liberal dan radikal tersebut
harus kita sikapi bersama karena telah menyusup ke berbagai bidang
seperti politik, ekonomi, budaya maupun agama. “Salah satu ciri
radikalisme adalah selalu mengatakan orang lain salah, sering
mengkafirkan teman sendiri. Padahal saat ini banyak acara dialog di TV
yang isinya cuma menyalahkan orang lain. Ternyata radikalisme dan
liberalisme tidak hanya di kantor, di jalan atau di rumah tetapi sudah
sampai ke saku kita. Di saku kita selalu ada handphone/HP, ketika kita
mau shalat, HP berbunyi, pasti kita angkat dulu, shalatnya yang
ditunda. Ini fakta dan sepertinya hal sepele tetapi dari HP banyak
informasi masuk tidak terkontrol. Apabila tidak saling mengingatkan
dapat menjadi masalah di kemudian hari”, imbuhnya.
Sementara itu, H.
Muhtasin Kasi Pontren Kanwil Kemenag. Propinsi Jateng mengatakan radika
dan liberal itu saling berkebalikan. Intinya, kalau radikal itu
semuanya serba dilarang seperti tahlil, manakib disebut bid’ah, namun
kalau liberal apa-apa serba boleh. “Saat ini ada sebagian kelompok
masyarakat di daerah-daerah yang sudah tidak mau menghormat kepada
bendera, menyanyikan lagu Bagimu Negeri syairnya yang terakhir ‘jiwa
raga kami’ diubah. Kelompok semacam ini bisa disebut radikal. NU
sebagai organisasi keagamaan berusaha menjaga kemurnian Al-Qur’an dan
Hadis. Oleh karena itu, sangat bagis sekali apabila antara aparatur
pemerintahan dan NU dapat bersinergi. Aparatur pemeringtah tidak
memiliki analisis argumentatif keagamaan, sedangkan NU punya analisis
keagamaan tapi tidak memiliki data riil tentang orang mana, organisasi
mana atau lembaga mana yang tidak mengakui NKRI, tidak menghormat
bendera dan masih meragukan Pancasila”, jelas Muhtasin.
Ditambahkannya,
pemerintah daerah perlu mengalokasikan anggaran untuk operasional
lembaga dan kegiatan keagamaan seperti pesantren, majlis taklim,
madrasah diniyah dan sebagainya. “Program demi program akan bisa
dilakukan dengan baik apabila ada dukungan dari para alim ulama,
terutama umaro’ (pemerintah). Hal ini juga berfungsi menguatkan akidah
keislaman yang pada gilirannya nanti akan bisa mengantisipasi bahaya
radikalisme dan liberalisme”.
Drs. Muslich Chudori, Msi
selaku pengasuh Ponpes Nurul Huda dalam kesempatan yang sama
menyampaikan diselenggarakannya halaqoh ini berangkat dari keprihatinan
bersama sebagai umat Islam karena banyak kelompok masyarakat yang
notabene lahir, besar dan hidup di Indonesia namun kurang memiliki rasa
nasionalisme dan tidak mengikuti kebijakan-kebijakan NKRI. “Yang lebih
mengkhawatirkan, mereka tidak segan-segan mempengaruhi dan memaksakan
pendapat kepada kelompok lain di luar mereka. Jadi saya harapkan
melalui halaqoh semacam ini akan menghasilkan pencerahan baru berupa
respon terhadap permasalahan ini. Hal ini juga sekaligus merupakan
sedikit sumbangsih NU kepada bangsa”, ungkapnya. (rizka-didik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar