‘Tali Pita Tali Sepatu, Urusan Pariwisata Kita Wajib Bersatu’
Dari Kegiatan Diskusi Pariwisata di Graha Pena Radar Pekalongan (1)
Kepala Dishubparbud Kota Pekalongan, Drs Doyo Budi Wibowo MM, mengutarakan pantun tersebut saat mengakhiri paparannya. Dari kalimat di dalam pantun, jelas mengandung makna ajakan bagi seluruh elemen untuk berperan serta dalam menggali potensi wisata. Bagaimana respon peserta diskusi? M. AINUL ATHO, Graha Pena Radar Pekalongan
MESKI dihadiri tak lebih dari 20
peserta. Ruang rapat Graha Pena Radar Pekalongan Senin (18/3) siang
terasa panas. Bukan karena AC yang tak berfungsi maksimal, kondisi
peserta diskusi di dalamnyalah yang membuat suasana terasa lebih gerah.
Semangat seluruh peserta yang ingin bersama membangun pariwisata, memang membuat kegiatan itu riuh dengan usulan dan masukan.
Namun, inti di dalamnya tetap sama,
ingin membangun pariwisata di Kota Pekalongan. Dari pelaku bisnis
perhotelan, pelaku seni dan budaya, tokoh masyarakat, pelaku bisnis
tour and travel hingga pengusaha, hadir dalam diskusi yang digagas oleh
Radar Pekalongan bersama Dishubparbud dan Hotel Horison tersebut.
Diskusi diawali paparan Doyo Budi
Wibowo yang membeberkan, impian dan cita-citanya dalam membangun wisata
kedepan. Doyo menyebut, banyak potensi di kota ini yang berpeluang
untuk diwujudkan. Semua impian itu dapat terwujud jika semua masyarakat
dapat berperan serta. Bahkan, dirinya juga ingin agar Forum Komunikasi
Pariwisata yang sebelumnya mati suri, agar dapat kembali dibangkitkan.
“Harapannya pengurus bisa kembali
dire-organisasi. Sehingga forum tersebut kembali aktif. Dengan begitu,
kita semua dapat menggelar diskusi secara rutin setiap bulannya,
sehingga bisa menyusun rencana yang akan dilakukan dalam jangka waktu
tertentu,” jelas Doyo.
Sedangkan bagi masyarakat luas, dirinya
menginginkan agar seluruhnya dapat mendukung gerakan ini. Minimal,
pinta Doyo, masyarakat dapat menjadi tuan rumah yang ramah, dan
meninggalkan kesan yang baik bagi wisatawan. Sehingga, kedatangan para
wisatawan tersebut tidak akan berhenti dalam sekali kunjungan saja.
“Harapannya seluruh masyarakat dapat berperan dengan caranya
masing-masing. Sehingga dapat terwujud pariwisata yang bagus,” ucapnya
lagi.
Mengenai beberap rencana yang sudah
disusun pemkot, Doyo menyebutkan, ada beberapa rencana yang sudah
tergambar seperti pembangunan pusat informasi mangrove. Selain itu,
Pemkot juga berencana membangun pusat budaya dan seni di kawasan Jetayu.
Rencana-rencana itu dikatakannya,
menjadi salah satu upaya Pemkot untuk menambah variasi tujuan wisata.
Karena saat ini, diakui Doyo, hanya ada Museum Batik, Kampoeng Batik
dan Pasar Grosir Setono yang bisa dipromosikan. Padahal menurutnya,
masih banyak potensi lain seperti keberadaan wisata pantai, dan sungai
yang bisa disulap menjadi destinasi wisata baru.
Menyambung rencana Pemkot yang telah
disampaikan Doyo, Erik, perwakilan dari Kampoeng Batik Pesindon,
menimpali dengan usulan destinasi wisata batik dengan jalur air.
Dirinya mengusulkan agar destinasi wisata batik yang mampir di Museum
Batik, Kampoeng Batik Pesindon dan Kampoeng Batik Kauman bisa dilakukan
lewat jalan sungai. “Akan lebih menarik jika perjalanan itu tidak lagi
dilakukan dari jalur darat, tetapi lewat sungai,” usulnya.
Dirinya juga mengusulkan, keberadaan
pengusaha dan produsen batik yang sebagian ada di bantaran sungai tak
menjadikan mereka jauh dari promosi. Sebaliknya, Pemkot maupun pihak
Pokdarwis di masing-masing tempat justru harus mengangkatnya agar
mereka juga merasakan dampak perkembangan pariwisata di Kota
Pekalongan. “Di Jakarta saja, kampung kumuh juga bisa jadi destinasi
wisata.
Apalagi disini yang kondisinya lebih baik, dan juga mempunyai potensi wisata bagus,” tuturnya lagi.
Tak hanya Erik, berbagai usulan juga
muncul dari peserta lainnya. Sebagian besar, mereka mengusulkan terkait
pembangunan dan penambahan infrastruktur serta pemberian kesempatan
yang besar kepada seluruh masyarakat guna mendukung perkembangan wisata
di Kota Pekalongan ke depan. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar