Sabtu, 09 Maret 2013

Konflik 2 Institusi Negara

Inilah 3 Potensi Konflik TNI-Polri Versi Sosiolog

JAKARTA - Sosiolog UI, Prof Tamrin Amal Tomagola mengemukakan, pemerintah harus tegas dalam mengurai peta konflik antara TNI-Polri. Jika tidak, konflik kedua institusi ini tidak akan pernah berakhir.

Menurut Prof Tamrin, dia mencatat setidaknya tiga lapis masalah besar yang berpotensi dan terus memunculkan konflik berkepanjangan di tubuh TNI -Polri, yakni ekonomi, kelembagaan dan kurikulum pendidikan di masing-masing akademi.

"Ketiga tidak bisa dipisah karena saling berkait. Kalau mau selesaikan konflik TNI-Polri, ketiganya harus dibedah," kata Prof Tamrin di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (9/3).

Terkait ekonomi, sampai saat ini masih terus terjadi perebutan lahan rejeki di tingkat ekonomi lokal. Tentara masih berikan pelayanan keamanan, minta upeti keamanan. Brimob juga begitu. Kalau ini tidak dibenahi, akan jadi pangkal masalah.
 


"Lahan ekonomi banyak dipegang polisi, walau belum sepenuhnya karena masih ada yang dipegang TNI. Makanya polisi rekeningnya gendut, tentara cekak," ujarnya.

Dia menegaskan, masalah ini sudah menjadi desertasi doktor di luar negeri, bahwa pemisahan TNI-Polri pasca reformasi belum tuntas. Karena lahan ekonomi banyak dipegang polisi, sebagian kecil TNI, maka sudah dipetakan dimana ada kantong-kantong bisnis dan ekonomi, di sana ada konflik TNI-Polri.

Kedua, masalah kelembagaan. Untuk menyelesaikannya Presiden harus turun tangan dan tegas membagi tugas kedua institusi itu. Militer ditugasi melakukan penegakan kedaulatan negara, sedangkan polisi tugasi menjaga kedaulatan rakyat.

"Presiden harus tegas. Kalau sudah tegas, tentara tidak boleh ada di depan kota, harus di perbatasan.
Masak ada Kodam dan kesatuan TNI lain di dalam kota, untuk apa? Kalau polisi memang harus dalam kota, karena harus jaga keamanan, mereka juga menjaga demokrasi sebagaimana amanat Undang-undang," tuturnya.

Konsekuensi dari pembenahan kelembagaan ini adalah soal anggaran dan jumlah personil antara TNI-Polri harus beda. Anggaran dan personil TNI menurutnya tidak perlu sebanyak polisi, karena saat ini tidaak ada ancaman dari luar. Sementara Polri, harus memperkuat personilnya, terutama menambah kuota Polwan sebagai garda depan pelayanan Polri yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Ketiga, pendidikan. Kurikulum di setiap akademi militer dan polri harus sesuai porsinya masing-masing. Polri mulai dari rekrutmen tidak boleh ada pungutan. "Sekarang kan masih ada. Lalu dalam pendidikan Polri tidak boleh ada perlakuan seperti militer, direndam, dipukul dan semacamnya," ulas Tamrin. (Fat/jpnn)

Tidak ada komentar: