Sabtu, 03 November 2012

Lomba Desain Batik Dalam Pameran Budaya Floriade di Belanda

Batik Disukai Warga Belanda

Batik yang merupakan karya seni dan budaya Indonesia disukai warga Belanda. Ini dibuktikan dengan digelarnya lomba desain batik dalam Pameran Budaya Floriade di Negeri Kincir Angin itu baru-baru ini. Warga Belanda juga antusias untuk belajar membatik ketika sejumlah seniman batik asal Indonesia mengajarkan proses membatik dalam pameran tersebut.

Demikian diceritakan Sapuan (48), seniman batik asal Desa Tunjungsari, Kecamatan Siwalan, Kabupaten Pekalongan, di rumahnya, kemarin. ”Pak guru”, begitu sapaan akrab pria berkaca mata itu, baru saja pulang dari Belanda karena diminta oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk mengajarkan proses membatik kepada pengunjung Pameran Floriade menjelang penutupan pameran budaya tersebut. ”Dalam pameran digelar kompetisi desain batik yang diikuti oleh warga Belanda. Hasil desain dinilai oleh seniman batik Indonesia,” kisah Sapuan. 



Menurut Sapuan, Pameran Floriade merupakan pameran budaya yang digelar di Belanda setiap 10 tahun sekali dan pameran tahun 2012 ini merupakan pameran yang ke-6. Indonesia sudah mengikuti pameran tersebut untuk ke tiga kalinya. Sementara itu, kesempatan ke Belanda merupakan kesempatan perdana bagi Sapuan.

Mengaku Senang

Bagi Sapuan, kesempatan mengajarkan batik kepada pengunjung Pameran Floriade dirasakannya sebagai kesempatan yang sangat baik. Dia mengaku sangat senang bisa mengenalkan dan mengajarkan batik kepada warga Negara dan warga lain pengunjung pameran dari seluruh dunia. “Saya sangat senang bisa mengenalkan budaya Indonesia ke Luar dan berbagi pengalaman yang saya punya,” ungkap lulusan IKIP Semarang Fakultas MIPA Jurusan Biologi yang saat ini masih aktif mengajar di SMPN 2 Paninggaran, Kabupaten Pekalongan itu. Selain dirinya, ada sejumlah seniman batik lain dari Indonesia yang menularkan keahlian membatiknya kepada pengunjung pameran. Pada kesempatan tersebut, Indonesia juga menampilkan sejumlah tarian tradisional dan kesenian angklung.

Sebagai seorang guru dan seniman batik, Sapuan mengekspresikan jiwa seninya usai mengajar siswa-siswanya. Batik sudah ditorehkannya di atas lembar kain ukuran lebar hampir 3 meter dan panjang sekitar 1 meter, sejak tahun 2006. Setiap batik karya Sapuan memiliki tema dan cerita yang mengandung nilai-nilai filosofis. Kebanyakan temanya ”Nasionalisme” dan ”Religius”, namun didesain dengan sangat apik, dengan motif-motif batik yang sangat menarik. Judul yang diberikan Sapuan terhadap karya batiknya antara lain, ”Sumpah 3 Era”, ”Kuda Lumping”, ”Pitik Trondol”, ”Ibu Pertiwi Menangis”, ”Doa Ibu Pertiwi”, ”Kelahiran Satria Garuda”, ”Merpati Nusantara”, ”Ilir-ilir”, ”Menuju Suwung”, ”Pancasila”, dan ”Wong Tani Tradisional”, serta ”Jaga Kali”.

Berbeda dengan batik kebanyakan, batik karya Sapuan banyak digunakan untuk terapi, sebagai pemandangan untuk relaksasi atau pun menghilangkan stress. ”Kalau seseorang sedang penat, biasanya akan fresh setelah melihat pemandangan atau pun lukisan, batik yang kami buat pun demikian,” ungkap ayah tiga anak tersebut. Biasanya, batik dipajang sebagaimana lukisan. Sapuan sudah beberapa kali mengikuti pameran di Indonesia.

Karya Sapuan diminati kalangan menengah ke atas. Harga per lembar batiknya antara Rp. 5 juta – Rp. 10 juta. Pengerjaan satu kain batik, kata Sapuan, memerlukan waktu antara 6 bulan hingga 3 tahun. *)Siti Kholidah – kontributor humas Kab. Pekalongan

Tidak ada komentar: