Jamkesmas Dinilai Tak Tepat Sasaran
KOTA –
Penurunan jumlah penerima kartu Jamkesmas di Kota Pekalongan untuk
tahun 2013, ternyata berdampak panjang. Banyak masyarakat tidak mampu
yang justru tercoret dari daftar penerima Jamkesmas kartu baru
tersebut. Hal tersebut menimbulkan banyak pertanyaan, salah satunya
mengenai dasar kriteria warga miskin yang digunakan dalam pendataan
penerima Jamkesmas. Pasalnya, banyak warga yang sudah masuk kategori
mampu, justru mendapatkannya. Salah satu kejanggalan yang terlihat
jelas, terjadi di Kelurahan Poncol, Kecamatan Pekalongan Timur. Di
wilayah tersebut, banyak warga yang tidak mampu justru tercoret dari
daftar penerima Jamkesmas untuk tahun 2013. Sri Lestari (30), salah
satu warga RT 4 RW 7, yang sebelumnya mendapatkan Jamkesmas, kini
tercoret. Padahal kondisinya sehari – hari sangatlah kekurangan.
Rumahnya yang hanya berlantai tanah, hingga saat ini juga belum dialiri
listrik karena tak mempunyai biaya untuk membayar.
Didalam
rumah, hanya suaminya, Suharjono, yang bekerja di sebuah tambal ban
dengan penghasilan yang kurang untuk menghidupi satu istri, satu anak
dan mertuanya. “Untuk makan sehari – hari, Alhamdulillah masih cukup.
Tapi diluar itu kami tidak mempunyai uang,” aku Sri. Karena tak
mendapatkan Jamkesmas, anaknya yang tiga hari lalu menderita sakit,
hanya diberi obat dari warung saja. “Karena pengumuman terakhir mulai 1
Maret Jamkesmas lama tidak berlaku. Jadi kami beri obat warung saja,”
tuturnya. Kondisi yang sama juga dialami Danuri, warga RT 3 RW 8.
Sebelumnya, kakek 81 tahun tersebut termasuk dalam penerima Jamkesmas,
namun keluarnya kartu baru justru menyingkirkan namanya dari daftar
salah satu penerima. Padahal, Danuri hidup sehari – hari hanya
mengandalkan pemberian dari orang lain. “Tentu saja saya bingung tidak
lagi terdaftar. Saya juga tidak tahu harus kemana,” tuturnya.
Dalam
umurnya yang sudah berkepala delapan, Danuri sangat rentan terserang
penyakit yang tentunya juga membutuhkan banyak biaya untuk pengobatan.
“Kalau sekarang inginnya si tidak sakit. Jadi tidak usah berobat. Tapi
karena sudah tak memegang Jamkesmas, jika sekarang sakit saya tidak
akan ke rumah sakit, dan memilih bertahan di rumah karena tak memiliki
biaya,” akunya lagi. Salah satu tokoh masyarakat di lingkungan RT 4 RW
7, Subowo (57) mengaku, prihatin dengan kondisi tersebut. Untuk itu,
meskipun dirinya sudah termasuk dalam daftar penerima Jamkesmas, dia
ingin memperjuangkan warga yang lain untuk mendapatkannya.
Menurut
Subowo, yang paling tidak dia mengerti adalah dasar penentuan kriteria
miskin untuk penerima Jamkesmas. Karena banyak warga miskin yang justru
tidak menerima dan sebaliknya. Adanya penambahan kuota jumlah penerima,
dikatakan Subowo juga tidak akan memberikan rasa lega kepada
masyarakat. “100 kali ditambah pun, jika teknis atau dasar pendataan
dan pelaksanaannya saat seperti ini, tetap tidak akan tepat sasaran,”
tegasnya. Mengenai masalah tersebut, dirinya juga telah mengadu ke
Pattiro Kota Pekalongan. “Saya sudah mengadu ke Pattiro agar bisa ikut
memperjuangkan hal ini,” ucapnya lagi.
Selanjutnya,
Subowo juga menyoroti kebijakan Pemkot Pekalongan yang akan mengcover
warga dalam Jamkesda. Menurut Subowo hal itu tidak menyelesaikan
masalah, karena ada perbedaan mendasar antar fungsi Jamkesmas dan
Jamkesda. Menurutnya, Jamkesmas bagi warga miskin tak hanya berguna di
bidang kesehatan, namun di bidang lainnya. Seperti di pendidikan,
sekolah yang akan memberi beasiswa biasanya akan menyertakan Jamkesmas
sebagai syarat. “Hal itu juga berlaku pada bantuan lain yang juga
mendasarkan data penerima bantuan pada pemegang Jamkesmas,” bebernya.
Terpisah, anggota Komisi C DPRD Kota Pekalongan, Munzilin, saat diminta
komentarnya mengenai hal tersebut juga mengaku miris. Dirinya mengaku
sudah banyak menerima laporan dan pengaduan terkait permasalahan
tersebut. “Saya rasa wajar jika masyarakat mengadu dan mempermasalahkan
hal itu jika melihat kondisi yang ada dimana banyak masyarakat miskin
yang justru tercoret,” ucapnya.
Yang
menjadi sorotan utama Munzilin dalam kasus tersebut adalah dasar data
yang digunakan. Karena banyak informasi beredar bahwa pendataan yang
dilakukan BPS tidak melibatkan langsung pemerintah setempat seperti RT,
RW dan kelurahan. Hal itu justru berpotensi menimbulkan banyak
ketidakcocokan. “Yang saya ingin tanyakan adalah, apakah bisa Dinas
Kesehatan atau dinas lain tidak memakai data dari BPS tersebut sebagai
dasar penentuan pemberian program bantuan,” ucap Munzilin. Karena sudah
berjalan, lanjutnya, dirinya berharap agar rencana Pemkot untuk
memasukkan warga yang tidak mendapat Jamkesmas ke dalam program
Jamkesda segera di realisasikan. Selain itu, dikatakannya dalam waktu
dekat Komisi C juga akan memanggil pihak – pihak terkait untuk
membicarakan hal tersebut. (ap16)
(SUMBER : RADAR PEKALONGAN, 04-03-2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar