Senin, 04 Maret 2013

Pendataan Penerima Jamkesmas Perlu Ditinjau Ulang

Jamkesmas Dinilai Tak Tepat Sasaran 

KOTA – Penurunan jumlah penerima kartu Jamkesmas di Kota Pekalongan untuk tahun 2013, ternyata berdampak panjang. Banyak masyarakat tidak mampu yang justru tercoret dari daftar penerima Jamkesmas kartu baru tersebut. Hal tersebut menimbulkan banyak pertanyaan, salah satunya mengenai dasar kriteria warga miskin yang digunakan dalam pendataan penerima Jamkesmas. Pasalnya, banyak warga yang sudah masuk kategori mampu, justru mendapatkannya. Salah satu kejanggalan yang terlihat jelas, terjadi di Kelurahan Poncol, Kecamatan Pekalongan Timur. Di wilayah tersebut, banyak warga yang tidak mampu justru tercoret dari daftar penerima Jamkesmas untuk tahun 2013. Sri Lestari (30), salah satu warga RT 4 RW 7, yang sebelumnya mendapatkan Jamkesmas, kini tercoret. Padahal kondisinya sehari – hari sangatlah kekurangan. Rumahnya yang hanya berlantai tanah, hingga saat ini juga belum dialiri listrik karena tak mempunyai biaya untuk membayar.



Didalam rumah, hanya suaminya, Suharjono, yang bekerja di sebuah tambal ban dengan penghasilan yang kurang untuk menghidupi satu istri, satu anak dan mertuanya. “Untuk makan sehari – hari, Alhamdulillah masih cukup. Tapi diluar itu kami tidak mempunyai uang,” aku Sri. Karena tak mendapatkan Jamkesmas, anaknya yang tiga hari lalu menderita sakit, hanya diberi obat dari warung saja. “Karena pengumuman terakhir mulai 1 Maret Jamkesmas lama tidak berlaku. Jadi kami beri obat warung saja,” tuturnya. Kondisi yang sama juga dialami Danuri, warga RT 3 RW 8. Sebelumnya, kakek 81 tahun tersebut termasuk dalam penerima Jamkesmas, namun keluarnya kartu baru justru menyingkirkan namanya dari daftar salah satu penerima. Padahal, Danuri hidup sehari – hari hanya mengandalkan pemberian dari orang lain. “Tentu saja saya bingung tidak lagi terdaftar. Saya juga tidak tahu harus kemana,” tuturnya.

Dalam umurnya yang sudah berkepala delapan, Danuri sangat rentan terserang penyakit yang tentunya juga membutuhkan banyak biaya untuk pengobatan. “Kalau sekarang inginnya si tidak sakit. Jadi tidak usah berobat. Tapi karena sudah tak memegang Jamkesmas, jika sekarang sakit saya tidak akan ke rumah sakit, dan memilih bertahan di rumah karena tak memiliki biaya,” akunya lagi. Salah satu tokoh masyarakat di lingkungan RT 4 RW 7, Subowo (57) mengaku, prihatin dengan kondisi tersebut. Untuk itu, meskipun dirinya sudah termasuk dalam daftar penerima Jamkesmas, dia ingin memperjuangkan warga yang lain untuk mendapatkannya.

Menurut Subowo, yang paling tidak dia mengerti adalah dasar penentuan kriteria miskin untuk penerima Jamkesmas. Karena banyak warga miskin yang justru tidak menerima dan sebaliknya. Adanya penambahan kuota jumlah penerima, dikatakan Subowo juga tidak akan memberikan rasa lega kepada masyarakat. “100 kali ditambah pun, jika teknis atau dasar pendataan dan pelaksanaannya saat seperti ini, tetap tidak akan tepat sasaran,” tegasnya. Mengenai masalah tersebut, dirinya juga telah mengadu ke Pattiro Kota Pekalongan. “Saya sudah mengadu ke Pattiro agar bisa ikut memperjuangkan hal ini,” ucapnya lagi.

Selanjutnya, Subowo juga menyoroti kebijakan Pemkot Pekalongan yang akan mengcover warga dalam Jamkesda. Menurut Subowo hal itu tidak menyelesaikan masalah, karena ada perbedaan mendasar antar fungsi Jamkesmas dan Jamkesda. Menurutnya, Jamkesmas bagi warga miskin tak hanya berguna di bidang kesehatan, namun di bidang lainnya. Seperti di pendidikan, sekolah yang akan memberi beasiswa biasanya akan menyertakan Jamkesmas sebagai syarat. “Hal itu juga berlaku pada bantuan lain yang juga mendasarkan data penerima bantuan pada pemegang Jamkesmas,” bebernya. Terpisah, anggota Komisi C DPRD Kota Pekalongan, Munzilin, saat diminta komentarnya mengenai hal tersebut juga mengaku miris. Dirinya mengaku sudah banyak menerima laporan dan pengaduan terkait permasalahan tersebut. “Saya rasa wajar jika masyarakat mengadu dan mempermasalahkan hal itu jika melihat kondisi yang ada dimana banyak masyarakat miskin yang justru tercoret,” ucapnya.

Yang menjadi sorotan utama Munzilin dalam kasus tersebut adalah dasar data yang digunakan. Karena banyak informasi beredar bahwa pendataan yang dilakukan BPS tidak melibatkan langsung pemerintah setempat seperti RT, RW dan kelurahan. Hal itu justru berpotensi menimbulkan banyak ketidakcocokan. “Yang saya ingin tanyakan adalah, apakah bisa Dinas Kesehatan atau dinas lain tidak memakai data dari BPS tersebut sebagai dasar penentuan pemberian program bantuan,” ucap Munzilin. Karena sudah berjalan, lanjutnya, dirinya berharap agar rencana Pemkot untuk memasukkan warga yang tidak mendapat Jamkesmas ke dalam program Jamkesda segera di realisasikan. Selain itu, dikatakannya dalam waktu dekat Komisi C juga akan memanggil pihak – pihak terkait untuk membicarakan hal tersebut. (ap16)


(SUMBER : RADAR PEKALONGAN, 04-03-2013)

 

Tidak ada komentar: