Hatta: Jepang tanyakan kelanjutan pembangunan PLTU Batang
Jakarta (ANTARA
News) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa
mengungkapkan Pemerintah Jepang menanyakan kelanjutan proyek
pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang, Jawa Tengah
berkapasitas 2x1.000 MW yang hingga saat ini masih terhambat pembebasan
lahan.
"Ada kekhawatiran soal pembebasan lahan yang tersendat, tapi saya sudah sampaikan sudah 200 hektare yang terbebaskan," ujar Hatta seusai menerima kunjungan Deputi Menteri Ekonomi Jepang Yasutoshi Nishimura di Jakarta, Senin.
Hatta menjanjikan masalah ini cepat selesai, sebelum PLTU yang dibangun melalui kerja sama pemerintah-swasta (KPS) senilai Rp30 triliun tersebut, dimulai menjelang akhir 2013.
"Lahan yang belum dibebaskan memang lahan vital, tapi ini tinggal beberapa hektare lagi (yang belum dibebaskan). Relatif tinggal kecil untuk menyelesaikan, karena Oktober harus financial closing," katanya.
Hatta mengatakan pembangkit listrik ini menggunakan teknologi canggih dari Jepang, yang dalam jangka panjang bermanfaat untuk menyelesaikan masalah pengadaan energi di Indonesia.
Sedangkan, Yasutoshi Nishimura menyambut baik respon dari Pemerintah Indonesia yang berkomitmen untuk menyelesaikan masalah lahan, apalagi PLTU ini memiliki teknologi efisien dalam pemanfaatan energi.
"Pemerintah Jepang mendukung pembangunan PLTU di Jawa Tengah, karena PLTU ini memiliki teknologi paling efisien yang menguntungkan Indonesia, sehingga kami meminta adanya kerjasama," ujarnya.
Proyek pembangunan PLTU Batang membutuhkan lahan seluas 233 hektare dan merupakan proyek KPS pertama yang menggunakan teknologi efisien serta ramah lingkungan.
Sementara, pemenang tender PLTU ini adalah konsorsium J-Power, Itochu dan Adaro, dengan harga yang dimenangkan adalah sebesar 5,79 sen dolar AS/KwH dan penetapan harga HPS 7,1 sen dolar AS.
Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki PLTU yang satu unit ukurannya mencapai 1.000 MW, dan yang terbesar saat ini berkapasitas 660 MW yaitu Tanjung Jati dan Paiton.
"Ada kekhawatiran soal pembebasan lahan yang tersendat, tapi saya sudah sampaikan sudah 200 hektare yang terbebaskan," ujar Hatta seusai menerima kunjungan Deputi Menteri Ekonomi Jepang Yasutoshi Nishimura di Jakarta, Senin.
Hatta menjanjikan masalah ini cepat selesai, sebelum PLTU yang dibangun melalui kerja sama pemerintah-swasta (KPS) senilai Rp30 triliun tersebut, dimulai menjelang akhir 2013.
"Lahan yang belum dibebaskan memang lahan vital, tapi ini tinggal beberapa hektare lagi (yang belum dibebaskan). Relatif tinggal kecil untuk menyelesaikan, karena Oktober harus financial closing," katanya.
Hatta mengatakan pembangkit listrik ini menggunakan teknologi canggih dari Jepang, yang dalam jangka panjang bermanfaat untuk menyelesaikan masalah pengadaan energi di Indonesia.
Sedangkan, Yasutoshi Nishimura menyambut baik respon dari Pemerintah Indonesia yang berkomitmen untuk menyelesaikan masalah lahan, apalagi PLTU ini memiliki teknologi efisien dalam pemanfaatan energi.
"Pemerintah Jepang mendukung pembangunan PLTU di Jawa Tengah, karena PLTU ini memiliki teknologi paling efisien yang menguntungkan Indonesia, sehingga kami meminta adanya kerjasama," ujarnya.
Proyek pembangunan PLTU Batang membutuhkan lahan seluas 233 hektare dan merupakan proyek KPS pertama yang menggunakan teknologi efisien serta ramah lingkungan.
Sementara, pemenang tender PLTU ini adalah konsorsium J-Power, Itochu dan Adaro, dengan harga yang dimenangkan adalah sebesar 5,79 sen dolar AS/KwH dan penetapan harga HPS 7,1 sen dolar AS.
Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki PLTU yang satu unit ukurannya mencapai 1.000 MW, dan yang terbesar saat ini berkapasitas 660 MW yaitu Tanjung Jati dan Paiton.
Editor: Heppy Ratna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar