Dikti Diminta Tegas Terhadap Fakultas Kedokteran Abal-abal
Metrotvnews.com, Jakarta: Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) mendesak Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud
agar bersikap tegas pada fakultas kedokteran abal-abal yang kerap
menghasilkan dokter tidak bermutu.
“Saat ini ada sejumlah fakultas kedokteran yang beroperasi melanggar aturan. Karena pembenahan bidang pendidikan urusan Kemendikbud, kita berharap Dikti bersikap tegas pada fakultas-fakultas ini,” ujar Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kemenkes Untung Suseno Sutarjo, Rabu (28/8).
Ucapan Untung merujuk pada kasus yang terjadi di Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati, Lampung.
Universitas itu disinyalir melanggar sejumlah ketentuan yang tercantum dalam UU Pendidikan Kedokteran (Dikdok). Contoh pelanggaran seperti merekrut mahasiswa jauh melampaui kuota lantaran memasukan 400-an orang padahal kuotanya hanya 80.
Fakultas itu juga hanya berakreditasi C dan belum memiliki rumah sakit (RS) pendidikan. Tempat magang praktik dokter pun jauh berada di luar provinsi. Tidak hanya itu, fakultas itu juga menerima calon mahasiswa dari siswa SMA jurusan IPS dan SMK.
“Saat ini ada sejumlah fakultas kedokteran yang beroperasi melanggar aturan. Karena pembenahan bidang pendidikan urusan Kemendikbud, kita berharap Dikti bersikap tegas pada fakultas-fakultas ini,” ujar Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kemenkes Untung Suseno Sutarjo, Rabu (28/8).
Ucapan Untung merujuk pada kasus yang terjadi di Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati, Lampung.
Universitas itu disinyalir melanggar sejumlah ketentuan yang tercantum dalam UU Pendidikan Kedokteran (Dikdok). Contoh pelanggaran seperti merekrut mahasiswa jauh melampaui kuota lantaran memasukan 400-an orang padahal kuotanya hanya 80.
Fakultas itu juga hanya berakreditasi C dan belum memiliki rumah sakit (RS) pendidikan. Tempat magang praktik dokter pun jauh berada di luar provinsi. Tidak hanya itu, fakultas itu juga menerima calon mahasiswa dari siswa SMA jurusan IPS dan SMK.
Menurut Untung, kasus di Malahayati juga terdapat di sejumlah fakultas swasta serupa.
Dia menyebutkan kejadian seperti Malahayati juga ada di Aceh. Sedangkan
di tempat lain, kasus yang paling jamak terjadi adalah fakultas
menerima mahasiswa dengan jumlah di luar kuota dan belum memiliki rumah
sakit pendidikan. Imbasnya lulusan dokter yang dihasilkan jadi kurang
bermutu.
“Kemenkes sebagai user akhirnya harus menerima lulusan dokter yang tidak bermutu,” keluh Untung.
Untuk membenahi masalah tersebut, Kemenkes telah banyak memberi masukan pada Dikti untuk melakukan pembenahan.
Untung menyebutkan bahwa kementeriannya telah banyak memberi masukan pada proses kelahiran UU Dikdok.
“Kemenkes, RS, kolegium kedokteran sejatinya berada di posisi hilir pada bidang pendidikan kedokteran. Dikti yang berada di bagian hulu harus segera membenahi masalah fakultas kedokteran tidak bermutu ini,” tambahnya.
Dengan adanya UU Dikdok yang disahkan pada Juli tahun ini, kini Dikti sudah memiliki pegangan untuk melakukan pembenahan.
Ke depannya, lanjut Untung, soal kuota dan kewajiban memiliki RS pendidikan bakal lebih diperketat.
Sebelumnya PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) mengeluhkan soal rendahnya mutu lulusan dokter pada saat ini.
Buruknya para dokter muda tersebut akibat dari tumbuhnya berbagai fakultas kedokteran swasta di daerah yang tidak berkualitas sehingga melulusan para lulusan yang tidak bermutu.
Ketua PB IDI Zaenal Abidin mengeluhkan pada tahun ini mereka harus melakukan pendampingan pada 2.500 dokter baru lulus yang berkali-kali tidak lulus uji kompetensi.
Zaenal bahkan mengungkapkan ada beberapa lulusan yang gagal uji kompetensi setelah mencoba hingga 19 kali.
Uji kompetensi merupakan syarat bagi para dokter untuk mendapatkan Sertifikasi kompetensi yang dikeluarkan PB IDI.
Sertifikasi itu merupakan syarat untuk mengambil Surat Tanda Registrasi (STR) dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
Usai mendapatkan kedua surat tersebut, dokter bersangkutan dapat mengajukan Surat Izin Praktik (SIP) pada IDI cabang setempat agar bisa melakukan praktik kedokteran. (Cornelius Eko Susanto)
“Kemenkes sebagai user akhirnya harus menerima lulusan dokter yang tidak bermutu,” keluh Untung.
Untuk membenahi masalah tersebut, Kemenkes telah banyak memberi masukan pada Dikti untuk melakukan pembenahan.
Untung menyebutkan bahwa kementeriannya telah banyak memberi masukan pada proses kelahiran UU Dikdok.
“Kemenkes, RS, kolegium kedokteran sejatinya berada di posisi hilir pada bidang pendidikan kedokteran. Dikti yang berada di bagian hulu harus segera membenahi masalah fakultas kedokteran tidak bermutu ini,” tambahnya.
Dengan adanya UU Dikdok yang disahkan pada Juli tahun ini, kini Dikti sudah memiliki pegangan untuk melakukan pembenahan.
Ke depannya, lanjut Untung, soal kuota dan kewajiban memiliki RS pendidikan bakal lebih diperketat.
Sebelumnya PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) mengeluhkan soal rendahnya mutu lulusan dokter pada saat ini.
Buruknya para dokter muda tersebut akibat dari tumbuhnya berbagai fakultas kedokteran swasta di daerah yang tidak berkualitas sehingga melulusan para lulusan yang tidak bermutu.
Ketua PB IDI Zaenal Abidin mengeluhkan pada tahun ini mereka harus melakukan pendampingan pada 2.500 dokter baru lulus yang berkali-kali tidak lulus uji kompetensi.
Zaenal bahkan mengungkapkan ada beberapa lulusan yang gagal uji kompetensi setelah mencoba hingga 19 kali.
Uji kompetensi merupakan syarat bagi para dokter untuk mendapatkan Sertifikasi kompetensi yang dikeluarkan PB IDI.
Sertifikasi itu merupakan syarat untuk mengambil Surat Tanda Registrasi (STR) dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
Usai mendapatkan kedua surat tersebut, dokter bersangkutan dapat mengajukan Surat Izin Praktik (SIP) pada IDI cabang setempat agar bisa melakukan praktik kedokteran. (Cornelius Eko Susanto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar