MK Bubarkan Kelas RSBI/SBI, Mendikbud Hargai Putusan MK dan Sekolah Diminta Menyesuaikan Diri
Jakarta - Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan
peraturan pengadaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang
berada di sekolah-sekolah pemerintah. MK dalam amar putusannya telah
mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya, sehingga Pasal 50
ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat.
Putusan MK ini dibacakan dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi yang
terbuka untuk umum pada hari Selasa, tanggal 8 Januari 2013, oleh
delapan Hakim Konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD, selaku Ketua merangkap
Anggota, Achmad Sodiki, Anwar Usman, Harjono, Muhammad Alim, Maria
Farida Indrati, M. Akil Mochtar, dan Ahmad Fadlil Sumadi, masing-masing
sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Fadzlun Budi SN sebagai
Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh para Pemohon/kuasanya,
Pemerintah atau yang mewakili, dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang
mewakili. Terhadap putusan Mahkamah ini, Hakim Konstitusi Achmad Sodiki
memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).
Dalam pertimbangannya, MK berpendapat sekolah bertaraf internasional
di sekolah pemerintah itu bertentangan dengan UUD 1945. MK juga menilai
RSBI menimbulkan dualisme pendidikan.
"Ini merupakan bentuk baru liberalisasi dan berpotensi menghilangkan
jati diri bangsa dan diskriminasi adanya biaya yang mahal," tandas MK.
Seperti diketahui, para orang tua murid dan aktivis pendidikan
menguji pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas karena tak bisa mengakses satuan
pendidikan RSBI/SBI ini lantaran mahal. Mereka adalah Andi Akbar
Fitriyadi, Nadia Masykuria, Milang Tauhida (orang tua murid), Juwono,
Lodewijk F Paat, Bambang Wisudo, Febri Antoni Arif (aktivis pendidikan).
Dengan dikabulkannya gugatan pemohon terhadap judicial review Pasal
50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, maka SBI/RSBI yang diatur dalam pasal tersebut otomatis
memiliki lagi dasar hukum yang mengikat alias telah dihapus.
Menteri Pendidikan Muhammad Nuh menyatakan menghargai apapun keputusan MK.
"Tadi sudah diputuskan. Meski saya belum bisa mendapatkan putusan
utuhnya, tapi apapun itu pemerintah sangat menghormati dan menghargai,"
kata Nuh dalam konferensi persnya di Kantor Kemendikbud, Jl Jenderal
Sudirman, Jakarta, Selasa (8/1/2013).
Nuh menyatakan bahwa dulunya RSBI digagas dalam Undang-undang
Sisdiknas Tahun 2003 dalam suasana semangat reformasi. Waktu itu harga
diri bangsa sedang terpuruk dan ingin bangkit sejajar dengan bangsa
lainnya.
Pemerintah-pun melaksanakan RSBI pada masa selanjutnya. Akhirnya,
RSBI sekarang dibubarkan oleh MK. Meski begitu, Kemendikbudlegowo
menerima keputusan MK.
"Pemerintah tidak merasa kalah menang. Tinggal menjankan saja. Monggo kalau nggak boleh ada RSBI," ujar Nuh.
Artinya, mulai dikeluarkannya keputusan MK ini maka tak ada lagi
sekolah di Indonesia yang menyebut dirinya RSBI atau SBI. Baik sekolah
negeri maupun swasta. Sebaliknya, meski tidak adanya RSBI, peningkatan
kualitas pendidikan di Indonesia harus terus jalan.
“Ada tidaknya RSBI, pendidikan berkualitas harus tetap jalan. Mutu
pendidikan harus terus ditingkatkan, tanpa harus ada label RSBI atau
bukan,” tandas mantan Rektor ITS ini.
Bagaimana dengan tata kelola sekolah yang selama ini sudah telanjur
berlabel RSBI. M Nuh menegaskan bahwa sekolah diminta untuk
menyesuaikan. Terutama terkait dengan sumbangan dan partisipasi
pendidikan masyarakat, atau orangtua wali murid kepada sekolah.
“Selama ini sumbangan atau tarikan menjadi sorotan. RSBI membayar relatif lebih mahal. Ini harus diakui, karena sarana dan prasaranan memang berbeda. Saya minta kepada sekolah yang selama ini sudah menarik, mohon dipertimbangkan," kata Nuh.
Mendikbud ini mengakui bahwa dengan dibubarkannya RSBI akan berdampak psikologis bagi siswa. Untuk itu, Dinas Pendidikan dan sekolah diminta terus membesarkan hati siswa. Seluruh sekolah juga tetap melayani pendidikan seperti biasa.
“Selama ini sumbangan atau tarikan menjadi sorotan. RSBI membayar relatif lebih mahal. Ini harus diakui, karena sarana dan prasaranan memang berbeda. Saya minta kepada sekolah yang selama ini sudah menarik, mohon dipertimbangkan," kata Nuh.
Mendikbud ini mengakui bahwa dengan dibubarkannya RSBI akan berdampak psikologis bagi siswa. Untuk itu, Dinas Pendidikan dan sekolah diminta terus membesarkan hati siswa. Seluruh sekolah juga tetap melayani pendidikan seperti biasa.
Kemendikbud saat ini sedang berpikir, untuk mewacanakan peningkatan
mutu pendidikan di setiap sekolah. Ke depan, Kemendikbud akan mencari
formula bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih
kompetitif.
“Barangkali kita bisa mengadopsi, sistem hibah dana di perguruan
tinggi. Ada hibah pembinaan untuk pendidikan tinggi. Mereka yang
menunjukkan kualitas terbaik akan mendapatkan hibah lebih banyak,” kata
Nuh.
surabaya.tribunnews.com
news.detik.com
mahkamahkonstitusi.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar