Birokrasi BPN Berbelit, Calo Tanah Subur
JAKARTA, suaramerdeka.com - Penanganan perkara
pertanahan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) masih lambat. Mayoritas
birokrat di BPN masih memiliki cara pandang usang dalam menyelesaikan
sebuah masalah.
Rantai birokrasi panjang dan njelimet makin
memerparah keadaan. Kondisi ini menumbuhkembangkan calo dan mafia
tanah. Akselarasi BPN dalam melaksanakan Reformasi Birokrasi (RB) harus
lebih kencang lagi.
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (Sekjen
KPA) Iwan Nurdin menilai, kinerja lembaga pimpinan Hendarman Supandji
seperti mobil mogok. Beragam persoalan yang mengelayuti BPN disebabkan
masih tertanamnya paradigma lama.
Seperti penyelesaian sebuah
perkara membutukan waktu lama. "Paradigma birokrat harus dirubah. Ini
harus dilakukan karena tuntutan zaman," katanya, di Jakarta.
Sebagai
contoh, dalam sertifikasi tanah milik warga, setiap kantor BPN
memerlukan waktu yang berbeda-beda dalam menyelesaikannya. Ada yang
membutuhkan waktu lima hingga 12 bulan.
Tidak itu saja,
menurutnya, upaya BPN dalam meningkatkan kinerja tidak berjalan lurus
dengan program yang ada. Seperti upaya percepatan pengukuran tanah di
setiap sangat kantor BPN berbeda. Ini disebabkan tidak semua kantor BPN
memiliki Cors—sebuah alat pengukuran tanah yang menggunakan metode
pengukuran digital.
"Padahal, BPN berulangkali berjanji fokus
dalam merealisasikan percepatan pelayanan administrasi pertanahan bagi
masyarakat," katanya.
Karena kondisi tersebut, masih banyak
masyarakat yang belum secara langsung datang ke BPN. Mereka masih
mempercayakan penyelesaiannya masalahnya dengan BPN menggunakan jasa
orang lain.
Artinya, dengan begitu program Mobil Larasita yang
dijual BPN belum mampu bekerja maksimal. "Bila tidak ada penanganan
maka dikhawatirkan akan dimanfaatkan calo dan mafia tanah," tuturnya.
BPN
mulai tahun ini menyediakan Mobil Larasita. Mobil Larasita tak ubahnya
seperti kantor berjalan BPN. Program ini dilakukan untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat agar mempermudah membuat sertifikat tanah
hak milik.
Lemahnya kinerja BPN harus jadi pekerjan rumah bagi
Kepala BPN. Apalagi, Hendarman sudah menggulirkan tujuh tertib yang
dicanangkan untuk membenahi BPN. Salah satunya adalah tertib moral
dengan dibuatnya sebuah reward and punishment bagi pegawai BPN.
Salah
satu tolak ukur pemberian reward and punishment adanya kepuasan
masyarakat dalam pelayanan BPN. "Di sini dia (Kepala BPN) diuji. Apakah
dia berhasil atau tidak?" katanya.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar