Jumat, 30 Agustus 2013

Pengusaha dan perajin batik Pekalongan hentikan produksi

Rupiah Merosot Perajin Batik Terancam Gulung Tikar

Metrotvnews.com, Pekalongan: Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika menjadikan para pengusaha dan perajin batik Pekalongan, Jawa Tengah, kelimpungan dan menghentikan produksi karena harga bahan baku melonjak sedangkan harga barang produksi sulit untuk dinaikan.

Pemantauan Media Indonesia di Pekalongan, Kamis (29/8), pasar grosir batik dan kampung industri batik Pekalongan tampak lenggang, selain penjualan barang mengalami kelesuan setelah masa lebaran usai, juga para perajin dan industri batik sebagian besar menghentikan produksinya.

Beberapa perajin yang masih tetap berproduksi, juga telah mengurangi produksinya hingga 50% dari kondisi normal, akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika harga bahan baku batik dan tekstil mengalami lonjakan hingga perajin terancam gulung tikar.

"Kami yang bertahan hanya mengejakan barang pesanan saja, sedangkan produksi untuk pasar bebas dihentikan karena tidak kuat membeli bahan baku," kata Rosihan,54, perajin Medono, Pekalongan.

Hal senada juga diungkapkan oleh Hafizs, pengrajin di kampung batik Kauman, Pekalongan, selain naiknya harga bahan baku para pengrajin batik sulit untuk menaikkan harga barang yang telah diproduksi, karena pasar saat ini juga dalam kondisi lesu setelah lebaran.

Sementara  itu data dari beberapa toko obat batik dan bahan baku di Pekalongan menyebutkan penaikan harga bahan baku tidak dapat terhindarkan karena melemahnya nilai rupiah sehingga harga juga meningkat.
"Seluruh bahan baku batik merupakan bahan impor, sehingga mau tidak mau harga juga naik," kata Farida,32, pedagang bahan baku batik.

Harga bahan baku kain mori sebelumnya berkisar Rp33.000 - Rp35.000 per potong ukuran dua meter kini naik menjadi Rp40.000 per potong, bahan baku malam yang sebelumnya Rp21.000 - Rp22.000 per kilogram naik menjadi Rp24.000

-Rp25.000 per kilogram, harga bahan baku pewarna sebelumnya Rp6.000 per seperampat ons menjadi Rp9.000 per seperempat ons.

Sementara itu harga jual kain batik kualitas sedang di tingkat perajin hanya berkisar Rp50.000 per lembar kain juga tidak dapat dinaikkan, meskipun secara logika untuk menyesuaikan penaikan harga bahan baku berkisar Rp170.000 per lembar.

Sejumlah pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Pekalongan  mengaku cukup terpukul dengan kondisi ini, terutama pada pengusaha yang mengandalkan pasar dalam negeri yang kini masih lesu.

"Pengusaha yang mengandalkan pasar ekspor juga terpukul, karena mereka juga sudah terikat kontrak kerja sehingga tidak mudah mengubah harga meskipun nilai produksi melonjak," kata Umar Achmad, pemilik industri batik cukup besar di Pekalongan.

Pukulan cukup telak, demikian Umar Achmad, adalah pengusaha atau perajin kecil yang mengandalkan pasar dalam negeri, karena dampak dari lemahnya nilai rupiah menjadikan harga bahan baku naik melonjak, sementara pasar dalam negeri juga lesu.

Wakil Presiden Direktur Pisma Grup  Lukas Prawoto mengatakan  industri tekstil juga terpukul akibat merosotnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika,  karena bahan baku sarung benang berbahan fiber atau serat didatangkan langsung dari luar negeri dan dibeli menggunakan dolar .

"Harga sebenarnya tetap sama, tetapi karena dibeli dengan nilai dolar maka nilainya cukup besar mengingat hasil produksi yang dijual dengan rupiah," kata Lukas Prawoto. (Akhmad Safuan)

 

Tidak ada komentar: