Senin, 13 Mei 2013

Pekalongan Sebagai Kota Kreatif Dunia, butuh peran aktif masyarakat

Mendukung Terwujudnya Pekalongan Sebagai Kota Kreatif Dunia

DIBALIK keindahan, dan nama besar batik yang kini mampu dikenal ke mancanegara. Penjagaan warisan budaya tak benda itu kini tidak hanya oleh tanggungjawab pemerintah, tapi juga harus ada peran dari para pelaku usaha untuk ikut mencerdaskan para konsumennya. 

Semangat, kemauan, dan kerja keras untuk menjaga kebanggaan tersebut, kini harus tetap terus ada. Dasar filosofi itulah yang musti dikedepankan dalam aktivitas sehari-hari para pengusaha ataupun marketing batik di Pekalongan.


Sebagai pelaku usaha, batik itu bukan budaya yang diperjual belikan, namun yang menjadikan batik terkesan pada kisaran harga mahal adalah lebih pada sebuah nilai penghargaan dari para konsumen terhadap jasa proses seni batik di kain mori saja. Batik biasanya berbentuk pakaian, selendang, ataupun sarung, dan banyak lagi jenisnya. 

Abdul Ghofar alias Mamik (43) menyampaikan, demi mendukung terwujudnya Kota Pekalongan sebagai Kota Kreatif Dunia, maka perajin harus melestarikan batik. “Kita para pelaku usaha batik ini, harus sadar rasa kepedulian terhadap masyarakat itu harus terus kita tingkatkan. Bukan justru menjatuhkan,” ucapnya, Selasa, (7/5) pagi.

Mamik menyadari secara biologis ia besar dan tumbuh menghirup udara Kota Pekalongan. oleh karena itu menurutnya sangat wajar ketika kini hatinya terpanggil untuk terus membawa misi selain berdagang batik, ia juga memiliki misi mencerdaskan para konsumen batiknya. 

Sehingga akan ikut mengangkat citra baik Kota Pekalongan. “Saat ini yang harus kita lakukan dalam berdagang maupun berproduksi batik, kita harus mampu ikut peran kita harus mampu ikut peran aktif mencerdaskan konsumen.

Paling tidak jelaskan pada para konsumen mana batik tulis mana yang bukan, serta bagaimana proses produksinya? Itu yang terpenting,” ucap Mamik. 

Sembari menunjukkan produk batik beserta kemasan-kemasan siap jual miliknya, Mamik menceritakan, jika pada dasarnya awal tahun 1960 an batik telah berada pada puncak kejayaannya. Konon menurutnya gaji para pekerja batik mampu melebihi gaji PNS kala itu, Lantas bagaimana dengan gaji para pengrajin batik di Pekalongan kini?

Saat dapat kesempatan fasilitas dari Pemerintah Kota Pekalongan yang bekerjasama dengan Plaza Balikpapan untuk mengadakan pameran kemarin, saya coba kemas pameran dengan juga membuka pelatihan membatik dengan pewarna alam pada pengunjung disana.

 Ini bukan semata misi ekonomi, tapi juga untuk mengangkat citra batik kembali,” tambah terangnya. 

Pemilik Preketek Batik Kreatif itu berpandangan, kini harus mulai ada perubahan mainset baik dari para pengusaha batik ataupun para konsumen. 

“Yang patut untuk dipraktikkan saat ini di dunia usaha batik Pekalongan ini, adalah bagaimana para pengusaha batik mau berbagi ilmu mengenai ilmu batik pada para konsumen. Padahal itu penting, untuk konsumen juga dapat pengetahuan,” pungkasnya. (*)

(SUMBER : RADAR PEKALONGAN, 10-05-2013)

Tidak ada komentar: