KH Masduki : Anak Punk Muncul Karena Dimanja
KOTA –
Fenomena maraknya anak punk maupun para remaja yang bergaya ala punk di
Pekalongan ataupun wilayah lainnya di Indonesia, perlu mendapat
perhatian serius dari berbagai pihak. Apalagi, terkadang perilaku yang
ditunjukkan anak – anak punk itu di jalanan, menimbulkan keresahan
ataupun kekhawatiran masyarakat. Hal itulah yang perlu menjadi sorotan
semua pihak, untuk bisa dicarikan solusinya dengan terlebih dahulu
melihat akar permasalahannya. Seperti yang selalu diutarakan oleh salah
satu Ketua MUI Kota Pekalongan, Drs KH Masduki AH MSi pada berbagai
kesempatan. Tokoh yang juga menjadi dosen STAIN Pekalongan dan STIT
Pemalang ini menilai, munculnya fenomena anak punk di masyarakat karena
kurangnya perhatian terhadap anak dari orangtua, organisasi massa
(ormas), parpol dan kadernya, dewan pendidikan, dan aparat pemerintah.
Anak
punk dibiarkan muncul begitu saja, sehingga ada kesan mereka dimanja.
“Anak punk muncul karena dimanja. Mereka tidak diberikan sentuhan
perhatian khususnya masalah pendidikan agama,” katanya. Pria yang juga
menjadi Dosen STIT Pemalang ini membeberkan, ada banyak hal lain yang
menjadi penyebab munculnya fenomena anak punk ini. Diantaranya, saat
berada di bangku sekolah. Mereka merasa khawatir tidak akan lulus
sekolah. Kenapa? Menurut dia, disebabkan karena anak – anak kaget
dengan kurikulum yang mensyaratkan standar kelulusan cukup tinggi
hingga 5,5. Angka setinggi itu khususnya di tingkat SLTP terkesan
dipaksakan tanpa dipersiapkan dan dikondisikan di tingkat sebelumnya.
Penyebab
lainnya adalah masalah pendidikan agama yang tidak ditanamkan sejak
sedini mungkin. Padahal jika bicara pendidikan agama, tidak boleh
diberikan secara mendadak. “Tetapi harus dilakukan secara bertahap,
disesuaikan dengan kemampuan akal anak didik,” tandasnya. Ditambah
lagi, gemblengan daya tahan kepribadian dan kedisiplinan terhadap si
anak tidak pernah dilaksanakan. Akibatnya, kepribadian si anak menjadi
lemah karena lahir dan hidup saat anak – anak termasuk remaja
bergelimang makanan, pakaian dan kendaraan. Gembelangan daya tahan tak
pernah dilaksanakan. Akibatnya, rasa malu hilang. Harga diri norma
hilang. Berpakaian aneh, mengamen, mencari fasilitas serba gratis, naik
truk angkutan barang, mencorat – coret tembok. Hingga tampil urakan dan
menggumpal bersama anatara laki – laki dan perempuan. “Bahkan sering
dengan mengatasnamakan hak asasi manusia, padahal jauh dari pendidikan
nasional Pancasila,” ungkapnya.
SOLUSI
Untuk
mengatasi permasalahan tersebut, KH Masduki mengemukakan beberapa
solusi. Yaitu dengan penanaman disiplin dan prihatin atau daya tahan
agar merasuk ke dalam jiwa yang disesuaikan dengan umur. “Yaitu dimulai
saat anak usia 7 hingga 10 tahun harus terus menerus diperintah untuk
disiplin dengan menjalankan kewajiban sholat. Ini harus ditekankan.
Bila perlu ditetapkan melalui Keppes. Karena jika ajakan kewajiban
sholat tidak dilaksanakan secara serentak, maka disiplin nasional akan
lemah. Tanha 'anil fakhsyaai wal munkar, segara kemungkaran seperti
miras, narkoba, dan sebaginya akan semakin merajalela,” tegas Masduki.
Kemudian korupsi, pelanggaran aturan, kemaksiatan di semua lapisan
masyarakat, tua atau muda, si kaya apalagi miskin, akan makin
bertambah. Negara pun menjadi carut marut, disebabkan egoisme masing –
masing orang, sebab tidak memperhatikan umur sholat 7-10 tahun. “Kalau
bisa, ijazah jangan diserahkan tanpa petimbangan sholat di semua
sekolah, apakah itu madrasah, TK, RA, dan TPQ,” imbuhnya.
Masduki
menambahkan, solusi lainnya adalah dengan membentuk anak didik yang
secara lahir dan batinnya selalu bertakwa kepada Allah. Kemudian dalam
segala kehidupan 'Ipoleksosbud Hankamnas', selalu dilandasi dengan
sikap kejujuran, keberanian, jiwa pahlawan, jauh dari hura – hura
apalagi narkoba dan hal – hal lainnya yang merugikan orang lain.
“Semoga dengan uraian langkah – langkah seperti ini, permasalahan anak
punk ini bisa kita atasi bersama,” pungkasnya. (way)
(SUMBER : RADAR PEKALONGAN, 18-02-2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar