Warning RS Hanya Buat yang Punya Uang
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus kematian bayi
malang berumur seminggu Dera Nur Anggraini, yang meninggal dunia
setelah ditolak 10 rumah sakit, menjadi peringatan bahwa rumah sakit
hanya untuk orang yang punya uang.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menegaskan penolakan oleh
10 rumah sakit untuk merawat bayi Dera menunjukkan adanya diskrimanasi
terhadap rakyat yang miskin.
"Penolakan yang dilakukan oleh 10 RS itu merupakan warning bahwa RS
hanya untuk orang yang punya uang," tegas Fadli Zon kepada
Tribunnews.com, Jakarta, Selasa (19/2/2013).
Fadli tegaskan, penolakan itu wujud rumah sakit sekarang ini sudah
semata jadi industri untuk menghasilkan uang. Seharusnya rumah sakit
menolong orang sakit, apalagi sudah ada jaminan.
Menurut Fadli, layanan kesehatan yang terjangkau adalah hak warga
negara. Karenanya, tak boleh RS menolak pasien dengan alasan apapun.
Kecuali memang RS tersebut tak mampu menangani.
"Tapi harus diterima, diperiksa, diagnosa baru diambil tindakan. Jika peralatan kurang bisa dirujuk ke tempat lain," katanya.
Diberitakan sebelumnya, berdasarkan cerita ayah Dera, Elias
Setionugroho (20), anaknya lahir pada Minggu (11/2/2013) malam, dengan
cara operasi caesar di RS Zahirah, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Namun, anak kembarnya lahir tidak normal, dengan berat 1 kilogram,
dan mengalami gangguan pernapasan. Karena tidak punya alat untuk
merawat Dera, pihak rumah sakit menyarankan keluarga untuk mencari
rujukan.
Awalnya, Elias bersama Herman, sang kakek, menuju RS Fatmawati.
Sampai di sana, pihak rumah sakit menyatakan semua ruangan penuh. Tak
patah arang, akhirnya Herman dan Elias menuju RSCM, untuk mencari ruang
perawatan dan operasi. Lagi-lagi, setelah menunggu hingga pagi hari,
rumah sakit menyatakan ruangan penuh.
"RS Fatmawati, katanya ruangan enggak ada. Di RSCM, menunggu dari
jam 04.00 sampai 06.00 pagi, baru dapat masuk. Pagi kami tanya ke
kasir, ke ICU, sampai kami kasih rujukan dari rumah sakit, 15 menit
datang bilangnya penuh," ungkap Elias saat ditemui di kediamannya,
Jalan Jati Padang Baru RT 14/06, Pasar Minggu, Senin.
Herman dan Elias kemudian pergi menuju RS Harapan Kita. Keduanya
lantas memberikan surat keterangan tidak mampu kepada pihak rumah
sakit. Setelah menunggu, pihak RS Harapan Kita juga mengatakan kamar
penuh. Usaha terus dilakukan, hingga pada Selasa, sang kakek menuju RS
Pasar Rebo. Lagi-lagi, pihak RS Pasar Rebo menolak, karena kamar rawat
tidak tersedia.
Esoknya, sang kakek mencoba RS Harapan Bunda Pasar Rebo. Di sana,
Herman sempat dimintai uang muka sebesar Rp 10 juta sebagai biaya
perawatan, dan belum termasuk operasi. Usai dari Pasar Rebo, Herman dan
Elias ke RS Asri, RS Tria Dipa, RS Budi Asih, RS JMC, dan terakhir ke
RS Pusat Pertamina.
Semua rumah sakit tersebut juga menolak. Di RS Pertamina, sang kakek
langsung ditawari petugas soal pembayaran, mau uang muka atau langsung
tunai.
Agar cucunya bisa dirawat, Herman mengatakan pembayaran akan
dilakukan tunai, namun justru pihak rumah sakit beralasan kamar rawat
penuh. Karena tidak kunjung mendapatkan rumah sakit, Dera pada Sabtu
lalu akhirnya meninggal dunia. Sedangkan saudara kembarnya, Dara, saat
ini masih menjalani perawatan di RS Tarakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar