Umat Islam Jangan Terjebak Konflik Keagamaan
WONOGIRI, suaramerdeka.com - Umat Islam, diseru
untuk tidak terjebak konflik internal keagamaan, apalagi dengan sesama
muslim. Jangan mudah menilai musyrik dan syirik kepada sesama umat.
Tapi diserukan, agar bangkit untuk membangun persatuan dan kesatuan,
dalam kerangka pembangunan yang berwawasan kebangsaan.
Demikian
ditegaskan oleh KH Maulana Al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, saat
memberikan tausiyah di forum maulid akbar menyongsong peringatan hari
jadi Kabupaten Wonogiri Ke 272. Pengajian akbar yang digelar di
alun-alun Giri Kridha Bhakti, Sabtu malam (4/5) ini, diikuti oleh
ribuan umat Islam Kabupaten Wonogiri yang tergabung dalam jamaah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Karena banyaknya umat yang
datang, menjadikan mereka sampai meluber ke luar hamparan alun-alun.
Sebagian pada duduk di tepian jalan lingkar dan trotoar di luar
alun-alun. Sejak sore, mereka dihibur musik hadroh rebana, yang
melantunkan aneka nyanyian Islami dan pemanjatan beragam doa puja-puji,
untuk menunggu kehadiran Habib Luthfi yang baru tiba pukul 23.00.
Ikut
memberikan sambutan, Sekda Drs Budisena MM, Kapolres AKBP Dra Tanti
Septiyani, Dandim 0728 Letkol (Inf) Mirza dan Bupati Danar Rahmanto.
Bersamaan itu, dilakukan pelantikan Muslimat Qoridiyah se Solo Raya.
Kepada semua hadirin diminta berdiri untuk menyanyikan bersama lagu
kebangsaan Indonesia Raya.
''Kita sebagai bangsa Indonesia,
tegaklah berdiri untuk bersama-sama menyanyikan Indonesia Raya,''
tandas Al Habib Luthfi. Di awal forum akbar tersebut, dibacakan teks
Pancasila oleh Sertu Agus Saryanto.
Al-Habib Muhamad Luthfi yang
dikenal sebagai maha guru Toriqoh dari Pekalongan ini, mengingatkan,
agar umat Islam tidak mudah menilai seseorang telah syirik atau
musyrik, sebab itu merupakan perbuatan yang menghakimi.
Padahal,
penilaian seperti itu sudah bukan lagi wilayahnya manusia. Kepada umat,
diserukan jangan ringan meneriakkan jihad kalau hanya akan menambah
jumlah janda dan anak yatim. ''Bangsa liya wis pinter nyipta nuklir,
kita isih padha seneng cakar-cakaran (Bangsa lain sudah pandai mencipta
nuklir, kita masih pada suka bertikai),'' tandas Habib.
Habib
juga menandaskan, penghormatan kepada bendera merah putih, itu bukan
berarti sebagai perbuatan menyembah. ''Menolak menghormati merah putih,
itu salah,'' tegas Habib.
Ditandaskan, bendara 'gula klapa'
(merah putih-Red) sebagai bendera kebangsaan Indonesia, itu sudah
dihormati sejak nenek moyang dan menjadi harga diri bangsa. Sejak dulu,
kakek moyang mentradisikan dalam setiap membangun rumah, selalu
membalutkan bendera merah putih pada kerangka kayu rumah paling atas.
Dengan penghormatan seperti itu, penjajah Belanda pun tidak semena-mena
menembak mati kepada pemasangnya. Lain halnya, kalau itu tidak
dimasukkan dalam tradisi.
(
Bambang Purnomo / CN34 / JBSM )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar