Sabtu, 01 Juni 2013

KH Maulana Al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya:Umat Islam Jangan Terjebak Konflik Keagamaan

Umat Islam Jangan Terjebak Konflik Keagamaan

WONOGIRI, suaramerdeka.com - Umat Islam, diseru untuk tidak terjebak konflik internal keagamaan, apalagi dengan sesama muslim. Jangan mudah menilai musyrik dan syirik kepada sesama umat. Tapi diserukan, agar bangkit untuk membangun persatuan dan kesatuan, dalam kerangka pembangunan yang berwawasan kebangsaan.

Demikian ditegaskan oleh KH Maulana Al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, saat memberikan tausiyah di forum maulid akbar menyongsong peringatan hari jadi Kabupaten Wonogiri Ke 272. Pengajian akbar yang digelar di alun-alun Giri Kridha Bhakti, Sabtu malam (4/5) ini, diikuti oleh ribuan umat Islam Kabupaten Wonogiri yang tergabung dalam jamaah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Karena banyaknya umat yang datang, menjadikan mereka sampai meluber ke luar hamparan alun-alun. Sebagian pada duduk di tepian jalan lingkar dan trotoar di luar alun-alun. Sejak sore, mereka dihibur musik hadroh rebana, yang melantunkan aneka nyanyian Islami dan pemanjatan beragam doa puja-puji, untuk menunggu kehadiran Habib Luthfi yang baru tiba pukul 23.00.

Ikut memberikan sambutan, Sekda Drs Budisena MM, Kapolres AKBP Dra Tanti Septiyani, Dandim 0728 Letkol (Inf) Mirza dan Bupati Danar Rahmanto. Bersamaan itu, dilakukan pelantikan Muslimat Qoridiyah se Solo Raya. Kepada semua hadirin diminta berdiri untuk menyanyikan bersama lagu kebangsaan Indonesia Raya.

''Kita sebagai bangsa Indonesia, tegaklah berdiri untuk bersama-sama menyanyikan Indonesia Raya,'' tandas Al Habib Luthfi. Di awal forum akbar tersebut, dibacakan teks Pancasila oleh Sertu Agus Saryanto.

Al-Habib Muhamad Luthfi yang dikenal sebagai maha guru Toriqoh dari Pekalongan ini, mengingatkan, agar umat Islam tidak mudah menilai seseorang telah syirik atau musyrik, sebab itu merupakan perbuatan yang menghakimi.

Padahal, penilaian seperti itu sudah bukan lagi wilayahnya manusia. Kepada umat, diserukan jangan ringan meneriakkan jihad kalau hanya akan menambah jumlah janda dan anak yatim. ''Bangsa liya wis pinter nyipta nuklir, kita isih padha seneng cakar-cakaran (Bangsa lain sudah pandai mencipta nuklir, kita masih pada suka bertikai),'' tandas Habib. 

Habib juga menandaskan, penghormatan kepada bendera merah putih, itu bukan berarti sebagai perbuatan menyembah. ''Menolak menghormati merah putih, itu salah,'' tegas Habib.

Ditandaskan, bendara 'gula klapa' (merah putih-Red) sebagai bendera kebangsaan Indonesia, itu sudah dihormati sejak nenek moyang dan menjadi harga diri bangsa. Sejak dulu, kakek moyang mentradisikan dalam setiap membangun rumah, selalu membalutkan bendera merah putih pada kerangka kayu rumah paling atas. Dengan penghormatan seperti itu, penjajah Belanda pun tidak semena-mena menembak mati kepada pemasangnya. Lain halnya, kalau itu tidak dimasukkan dalam tradisi.

( Bambang Purnomo / CN34 / JBSM

Tidak ada komentar: