Rizal: media jangan jadikan koruptor sebagai selebriti
Jakarta (ANTARA
News) - Mantan Menteri Keuangan dan Menteri Koordinator Perekonomian
Rizal Ramli mengimbau media massa Indonesia agar jangan menjadikan
koruptor serupa selebriti.
"Koruptor tidak perlulah ditanyai oleh media terkait macam-macam, selain kasus yang menyeret dia, media jangan jadikan mereka serupa selebriti," katanya di Jakarta, Senin.
Dalam diskusi perihal antikorupsi, Rizal menilai upaya menjadikan koruptor serupa dengan selebriti sama halnya membiarkan terjadinya glorifikasi oleh para koruptor.
"Dengan memberikan panggung berarti ada glorifikasi atas mereka, sehingga tidak ada efek jera atau rasa malu, akhirnya dampak sosial juga tidak terasa oleh mereka," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pemberitaan LKBN Antara Akhmad Kusaeni menyatakan glorifikasi dan glamorisasi akan menjadi cerminan bahwa korupsi merupakan hal yang biasa, sehingga masyarakat berisiko akan permisif terhadap tindak pidana korupsi.
"Harus ditambahkan hukuman sosial untuk mereka dan jangan sampai televisi memperlihatkan dan menggambarkan koruptor dalam keadaan bahagia," katanya mewakili media.
Ia menambahkan bahwa media memiliki andil yang cukup besar untuk membantu Komisi Pemberantasan Korupsi dalam memberantas tindak pidana korupsi.
"Kalau alat penegak hukum tidak bisa mencari atau melacak para koruptor, maka para jurnalislah yang maju ke garda depan karena kasus korupsi segera tuntas akan mendorong masyarakat untuk beraksi," kata dia.
Selain untuk memberitakan penindakan kasus korupsi, media juga dapat membantu melakukan kampanye antikorupsi dan menjadi alat bantu untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.
Hingga kini, KPK telah menetapkan ratusan tersangka korupsi, yakni 72 tersangka dari DPR, empat duta besar, tujuh tersangka dari Kementerian, 110 tersangka dari Eselon I dan II, sembilan gubernur, 32 wali kota, tujuh komisioner, enam hakim, 77 tersangka dari swasta, dan 36 tersangka dari kalangan lain-lain.
"Koruptor tidak perlulah ditanyai oleh media terkait macam-macam, selain kasus yang menyeret dia, media jangan jadikan mereka serupa selebriti," katanya di Jakarta, Senin.
Dalam diskusi perihal antikorupsi, Rizal menilai upaya menjadikan koruptor serupa dengan selebriti sama halnya membiarkan terjadinya glorifikasi oleh para koruptor.
"Dengan memberikan panggung berarti ada glorifikasi atas mereka, sehingga tidak ada efek jera atau rasa malu, akhirnya dampak sosial juga tidak terasa oleh mereka," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pemberitaan LKBN Antara Akhmad Kusaeni menyatakan glorifikasi dan glamorisasi akan menjadi cerminan bahwa korupsi merupakan hal yang biasa, sehingga masyarakat berisiko akan permisif terhadap tindak pidana korupsi.
"Harus ditambahkan hukuman sosial untuk mereka dan jangan sampai televisi memperlihatkan dan menggambarkan koruptor dalam keadaan bahagia," katanya mewakili media.
Ia menambahkan bahwa media memiliki andil yang cukup besar untuk membantu Komisi Pemberantasan Korupsi dalam memberantas tindak pidana korupsi.
"Kalau alat penegak hukum tidak bisa mencari atau melacak para koruptor, maka para jurnalislah yang maju ke garda depan karena kasus korupsi segera tuntas akan mendorong masyarakat untuk beraksi," kata dia.
Selain untuk memberitakan penindakan kasus korupsi, media juga dapat membantu melakukan kampanye antikorupsi dan menjadi alat bantu untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.
Hingga kini, KPK telah menetapkan ratusan tersangka korupsi, yakni 72 tersangka dari DPR, empat duta besar, tujuh tersangka dari Kementerian, 110 tersangka dari Eselon I dan II, sembilan gubernur, 32 wali kota, tujuh komisioner, enam hakim, 77 tersangka dari swasta, dan 36 tersangka dari kalangan lain-lain.
Editor: Unggul Tri Ratomo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar