Sabtu, 14 September 2013

Konsep bilateral swap untuk hadapi gejolak ekonomi

BI pastikan Indonesia miliki bantalan hadapi gejolak ekonomi

Bank Indonesia (BI) sedang menjajaki potensi kerjasama bilateral swap dengan negara lain dalam menghadapi ketidakpastian kondisi perekonomian saat ini. Konsep bilateral swap ini adalah pertukaran cadangan devisa antar negara.

"Yang kita hadapi saat ini sebuah ketidakpastian global yang memang masih akan terlihat. Jumlah cadangan devisa kita jauh lebih dari cukup. Tapi masalah ketidakpastian itu tidak ada yang bisa memprediksi," tutur Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di Gedung Bank Indonesia, Jumat (13/9).

Potensi kerjasama ini dimanfaatkan oleh beberapa bank sentral sebagai bantalan dalam menghadapi gejolak ekonomi yang berpotensi menimbulkan krisis. "Ada baiknya dalam suatu ketidakpastian kita mempunyai bantalan, punya second line of defence (pertahanan kedua). Itu yang kita lakukan selama ini adalah seperti itu," jelas Perry.

Namun, Perry belum dapat menyebut negara yang sedang dijajaki bank sentral untuk kerjasama bilateral swap tersebut. "Karena masih negosiasi saya tidak bisa mengatakan sekarang. Nanti kalau sudah selesai (negosiasi) jumlahnya, negaranya, kita akan umumkan. Kita dulu sudah pernah bekerja sama dengan sejumlah bank sentral di negara kawasan," jelas Perry.

Sebelumnya, salah satu hasil lobi dalam Forum G20 pekan lalu, Indonesia menjalin perjanjian pertukaran cadangan devisa dengan tiga negara. Sudah dipastikan, dua negara yang bersedia menjalin kerja sama adalah Jepang dan China yang memperpanjang Bilateral Swap Arrangement (BSA) dengan Bank Indonesia. Satu negara lagi diduga adalah Korea Selatan.

Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, saat ini saja cadangan devisa siaga dari Jepang dan sumber lain sudah mencapai USD 17,5 miliar. Dia yakin, tambahan perjanjian dengan dua negara berikutnya bakal menambah jumlah dolar Amerika milik pemerintah.

"Mungkin bisa lebih dari USD 30 miliar (sekitar Rp 344,8 triliun). Total semua, termasuk Jepang, mungkin bisa lebih dari itu," ungkap Chatib.

Hanya saja, Chatib enggan mengungkap detail negara dan potensi devisa siaga yang bisa sewaktu-waktu didapatkan oleh Bank Indonesia itu. Dia mengatakan, dalam waktu dekat negara yang bersangkutan bakal mengumumkannya sendiri.

"Angka pastinya nanti sampai negaranya secara resmi mengumumkan, saya enggak mau menyebut nama negaranya," ujar menkeu.

Khusus China, bantuan yang dijanjikan bukan hanya cadangan devisa, melainkan juga pinjaman siaga (standby loan).

Seperti diketahui, BI melakukan perpanjangan BSA dengan Bank of Japan sebagai agen Menteri Keuangan Jepang sebesar USD 12 miliar. Kebijakan ini berlaku efektif sejak 31 Agustus lalu.

Dengan demikian, BI memiliki bantalan cadangan devisa yang dapat digunakan sewaktu-waktu apabila dibutuhkan, dengan meminjam dari Jepang.

 

Tidak ada komentar: