Senin, 29 April 2013

Nasib Pelaku Usaha Tempe dan Tahu, Sudah jatuh tertimpa tangga

Harga Kedelai Naik, Pelaku Usaha Pilih Kurangi Keuntungan.

Sudah jatuh tertimpa tangga. Pepatah itu tepat disematkan pada pengrajin tahu dan tempe di Indonesia, termasuk di dalamnya Kota Pekalongan. Kok bisa? Saat ini, harga kedelai masih naik. Untuk harga kedelai impor yang semula Rp 5.500 naik menjadi Rp 7.300/kg. 

Sedangkan sekarang ini harga kedelai lokal Rp 7.100. Kondisi demikian akan terus naik,karena pemerintah sudah memastikan akan menaikkan harga BBM. Pastinya semua komoditas yang diangkut dengan truk akan ganti harga, menyesuaikan kenaikan BBM.

Kalau tidak ada langkah antisipasi dari pemerrintah daerah maka pengusaha tahu dsn tempe akan menutup ushanya. Dampaknya jumlah pengangguran makin membengkak. Kendati ada indikasi tuutp usaha dari sebagian industri tahu dan tempe. Ada juga yang tetap brtahan ditengah naiknya bahan baku. Salah satunya adalah Suudi, warga Kuripan Lor. 

Dia mengaku , tidak mengurangi takaran kedelai dalam tempe produksinya. Per hari, seperti biasa Suudi menggunakan 70 kg kedelai mentah. Alih-alih, dia mengalokasikan dana ekstra untuk bahan baku membuat tempe. Apalagi dia tidak mencampur adonan tempe mentahnya dengan jagung. “Mengenai seberapa besar keuntungan, saya tak bisa membocorkan. Ini raahasia perusahaan,” ujar Suudi kepada Radar.

 ilustrasi

Dia melanjutkan, strategi manajemen uang tersebut, ia lakukan supaya tidak memberatkan para pembeli. Bahkan tak jarang ada pembeli yang kehabisan stok tempe. Para pembeli tersebut biasanya tidak rutin berbelanja tempe di rumah produksi Suudi. Selama ini dia menggunakan kedelai impor, karena kualitasnya lebih bagus.

 “Kedelai lokal cepat hitam dalm waktu satu hari,”imbuh Siti Khodiroh, istri Suudi. Sebaliknya, warna kedelai impor tetap bersih, Suudi menambahkan umumnya para pedagang membeli tempe mentah untuk dipasarkan keesokan harinya. Maka dari itu sebisa mungkin dia memproduksi tempe ynag awet hingga 24 jam.

Ditempat lain, H. Sachowi seorang pedagang kedelai mentah dan bahan-bahan pembuatan tempe/tahu menyatakan, kenaikan harga kedelai sudah berlangsung selama sekitar enam bulan. Harga kedelai impor yang semula Rp. 5.500 naik menjadi Rp 7.300/kg. Sedangkan sekarang ini harga kedelai lokal Rp 7.100. “paling laris kalau hari raya, sedangkan pesanan agak kurang ketika musim libuaran sekolah,”ujar sachowi. 

Diskui Sachowi, mayoritas pembeli tempe adalah pedagang makanan di sekolah. Tak heran jika liburan sekolah juga berdampak pada psaran kedelainya. “sebelum kenaikan harga , saya memasok 5 ton kedelai per hari. Sekarang saya kurangi menjadi 4 hingga 4,5 ton perharinya,”jelas dia. Dia menambahkan , sebagian besar pedagang mengurangi takaran pembelian mereka. Misalnya, yang biasanya 50 kg menjadi 10 kg per hari.

Zahroni, pedagang tempe di Pasar Grogolan menyatakan, selama ini kenaikan harga kedelai tak berdampak serius bagi usahanya. Harga tempe yang ia jual dinilai masih wajar, yaitu antara Rp3 ribu hingga Rp 7250. Seperti dilansir, wakil menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menyatakan, tingginya harga kedelai disebabkan oleh kegagalan panen di Amerika Serikat, Brazil, dan Argentina. Bertambahnya impor kedelai oleh Cina hingga 60 ton pertahun juga menjadi penyebab kenaikan harga kedelai.(*)

(SUMBER : RADAR PEKALONGAN, 26-04-2013)

Tidak ada komentar: