Selasa, 08 Januari 2013

Pembatalan Peraturan Pengadaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)

MK Bubarkan Kelas RSBI/SBI, Mendikbud Hargai Putusan MK dan Sekolah Diminta Menyesuaikan Diri 

Jakarta - Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan peraturan pengadaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang berada di sekolah-sekolah pemerintah. MK dalam amar putusannya telah mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya, sehingga Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Putusan MK ini dibacakan dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi yang terbuka untuk umum pada hari Selasa, tanggal 8 Januari 2013, oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD, selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, Anwar Usman, Harjono, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, M. Akil Mochtar, dan Ahmad Fadlil Sumadi, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Fadzlun Budi SN sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh para Pemohon/kuasanya, Pemerintah atau yang mewakili, dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili. Terhadap putusan Mahkamah ini, Hakim Konstitusi Achmad Sodiki memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).

Dalam pertimbangannya, MK berpendapat sekolah bertaraf internasional di sekolah pemerintah itu bertentangan dengan UUD 1945. MK juga menilai RSBI menimbulkan dualisme pendidikan.
"Ini merupakan bentuk baru liberalisasi dan berpotensi menghilangkan jati diri bangsa dan diskriminasi adanya biaya yang mahal," tandas MK.

Seperti diketahui, para orang tua murid dan aktivis pendidikan menguji pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas karena tak bisa mengakses satuan pendidikan RSBI/SBI ini lantaran mahal. Mereka adalah Andi Akbar Fitriyadi, Nadia Masykuria, Milang Tauhida (orang tua murid), Juwono, Lodewijk F Paat, Bambang Wisudo, Febri Antoni Arif (aktivis pendidikan).

Dengan dikabulkannya gugatan pemohon terhadap judicial review Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka SBI/RSBI yang diatur dalam pasal tersebut otomatis memiliki lagi dasar hukum yang mengikat alias telah dihapus.

Menteri Pendidikan Muhammad Nuh menyatakan menghargai apapun keputusan MK.
"Tadi sudah diputuskan. Meski saya belum bisa mendapatkan putusan utuhnya, tapi apapun itu pemerintah sangat menghormati dan menghargai," kata Nuh dalam konferensi persnya di Kantor Kemendikbud, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (8/1/2013).

Nuh menyatakan bahwa dulunya RSBI digagas dalam Undang-undang Sisdiknas Tahun 2003 dalam suasana semangat reformasi. Waktu itu harga diri bangsa sedang terpuruk dan ingin bangkit sejajar dengan bangsa lainnya.

Pemerintah-pun melaksanakan RSBI pada masa selanjutnya. Akhirnya, RSBI sekarang dibubarkan oleh MK. Meski begitu, Kemendikbudlegowo menerima keputusan MK.

"Pemerintah tidak merasa kalah menang. Tinggal menjankan saja. Monggo kalau nggak boleh ada RSBI," ujar Nuh.

Artinya, mulai dikeluarkannya keputusan MK ini maka tak ada lagi sekolah di Indonesia yang menyebut dirinya RSBI atau SBI. Baik sekolah negeri maupun swasta. Sebaliknya, meski tidak adanya RSBI, peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia harus terus jalan.

“Ada tidaknya RSBI, pendidikan berkualitas harus tetap jalan. Mutu pendidikan harus terus ditingkatkan, tanpa harus ada label RSBI atau bukan,” tandas mantan Rektor ITS ini.

Bagaimana dengan tata kelola sekolah yang selama ini sudah telanjur berlabel RSBI. M Nuh menegaskan bahwa sekolah diminta untuk menyesuaikan. Terutama terkait dengan sumbangan dan partisipasi pendidikan masyarakat, atau orangtua wali murid kepada sekolah.

“Selama ini sumbangan atau tarikan menjadi sorotan. RSBI membayar relatif lebih mahal. Ini harus diakui, karena sarana dan prasaranan memang berbeda. Saya minta kepada sekolah yang selama ini sudah menarik, mohon dipertimbangkan," kata Nuh.

Mendikbud ini mengakui bahwa dengan dibubarkannya RSBI akan berdampak psikologis bagi siswa. Untuk itu, Dinas Pendidikan dan sekolah diminta terus membesarkan hati siswa. Seluruh sekolah juga tetap melayani pendidikan seperti biasa. 

Kemendikbud saat ini sedang berpikir, untuk mewacanakan peningkatan mutu pendidikan di setiap sekolah. Ke depan, Kemendikbud akan mencari formula bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih kompetitif.

“Barangkali kita bisa mengadopsi, sistem hibah dana di perguruan tinggi. Ada hibah pembinaan untuk pendidikan tinggi. Mereka yang menunjukkan kualitas terbaik akan mendapatkan hibah lebih banyak,” kata Nuh.

sumber berita :
surabaya.tribunnews.com
news.detik.com
mahkamahkonstitusi.go.id

Tidak ada komentar: