Jumat, 24 Mei 2013

Mikroba TeRB mengurai limbah industri tekstil

Mikroba TeRB Menetralisir Limbah, Sehingga dapat Dikonsumsi Ikan

SEKITAR lima bulan lalu, sejumlah penggiat Majlis Zikir Kraton (MZK) menyewa sebidang tanah bengkok di Kelurahan Degayu. Sewaktu kaki mereka menginjak lahan berlumpur itu, ternyata ta seberapa dalam. Itu disebabkan oleh tanah yang mengeras di bawah lumpur. 

“Tanah mengeras karena penggunaan pestisida dan pupuk buatan secara berlebihan, dan berlangsung selama bertahun – tahun,” ujar Muhamad, pembina MZK di kliniknya di Jl. Progo, Selasa (21/5).

Dia menjelaskan, pengerasan tanah pertanian inilah salah satu penyebab meluasnya banjir, dan rob. Tanah kehilangan daya resapnya. 

Akibatnya, air yang menggenangi permukaan tanah meluap. Karena tanah tidak subur, maka terjadi penurunan hasil pertanian. Tak hanya itu, lahan banjir tersebut tak lagi dapat dipakai sebagai tempat bercocok tanam. Bakteri TeRB dapat mengurai limbah industri tekstil, sampah, limbah tanah pertanian dan perikanan, dan polusi udara.

Menurut Muhamad, mikroba ini memiliki beberapa keunggulan. Pertama, TeRB dapat hidup dengan atau tanpa udara. Dalam keadaan panas bahkan mencapai 200 derajat Celcius, bakteri TeRB bisa bertahan. 

Bakteri ini tahan lama hingga enam tahun, serta kebal terhadap zat kimia sintetis. Partikelnya sangat kecil, sehingga bisa terbawa dalam penguapan air. Bakteri TeRB juga tidak menyerang atau mengurai makhluk hidup. Jadi, ia aman jika terhirup atau termakan atau terminum manusia dan hewan.

Tak hanya di Degayu, MZK bekerjasama dengan Lembaga Pengembangan Pertanian NU (LP2NU), dan Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM (Lapesdam) juga mempunyai Desa Binaan di Perumahan Pesono Kandang Panjang. Masyarakat sekutar desa binaan menyambut baik program MZK ini. Mereka pun bergotong – royong menanami kembali tanah hasil mikrobar TeRB. 

Beberapa jenis sayur yang mereka tanam antara lain sawi dan cabai. Percobaan mikroba TeRB diterapkan pula di beberapa pengolahan limbah batik. Untuk kegiatan ini, ujar Muhamad, MZK bekerjasama dengan salah satu anggota yang memiliki penampung limbah di Jlamprang. Penampung tersebut berupa dua bak semen. Bak pertama berfungsi menampung air limbah selama sehari kerja. Hal inibertujuan untuk membuat air mendekati kenetralan PH. 

Bak kedua diisi dengan kotoran sapi atau kerbau secukupnya. Di atasnya, beri tangkai padi (damen), cacahan batang pohon pisang, daun lamtoro, daun nangka, dan daun jambu biji. Komposisi tersebut berfungsi sebagai media kembang biak TeRB. Lalu, masukan Nutrisi atau Mikroba TeRB ke dalam air limbah dengan perbandingan 1:50 liter. Memasukkan TeRB dilakukan sekali dalam seminggu. Apabila campuran dedaunan dan batang pisang terlihat menyusut, pengelola juga dapat menambah secukupnya. Setelah air tercampur dengan mikroba, barulah limbah tersebut dapat dibuang ke selokan atau sungai.

Air olahan limbah dapat dimanfaatkan untuk memelihara ikan. Untuk ini, diperlukan dua kolam tambahan. Kolam ketiga berguna sebagai penyaringan, berisi pasir, dakron, dan batu zeolit. Air hasil saringan dialirkan ke bak keempat yaitu kolam ikan. Keunggulan kolam ikan TeRB adalah, pembudidaya tak perlu susah payah memberi pakan. Mikroba bawaan tersebut mengurai sisa-sisa bahan organik dari daun, sehingga dapat dikonsumsi ikan.

Selain bak semen, mikroba TeRB bisa dimanfaatkan di tempat menampungan limbah yang masih berupa belumbang. Dengan bagitu, tanah di dasar belumbang yang tadinya mengeras menjadi lebih gembur. Airpun meresap ke tanah dengan lebih cepat dengan membawa mikroba. Tanah di dasar kolam dapat digali untuk difungsikan sebagai media cocok tanam. 

Muhammad mengaku, pengembangbiakan mikroba ini baru berjalan sekitar lima bulan. Maka dari itu, belum banyak lahan yang menjadi tempat perkembangbiakan TeRB. Untuk mengatasi polusi udara, air campuran mikroba disemprotkan ke udara terbuka. Penyemprotannya menggunakan alat khusus yang dipasang di atap rumah. 

Selain di Pekalongan, beberapa komunitas di DIY dan Bandung juga mengembangbiakkan TeRB. Di lain tempat, Ketua Karang Taruna Degayu Ahmad Soleh menyatakan, awalnya petani di sekitar tanah bengkok mempertanyakan kegiatan MZK. Akan tetapi setelah Soleh menjelaskan tujuan kegiatan mereka, para petani tersebut membiarkan mereka mengujicoba lahan kosong itu. (*)

(SUMBER : RADAR PEKALONGAN, 22-05-2013)

Tidak ada komentar: