Kamis, 20 Juni 2013

Peran Penjaga Unit Pengolahan Limbah (UPL) Jenggot

Menengok Kondisi Terkini di Instalasi Pengolahan Air Limbah di Jenggot

DARI luar pagar Unit Pengolahan Limbah (UPL) Jenggot ditulisi beraneka rupa tulisan cat semprot berwarna-warni. Papan Identitas UPL pun tak luput dari coretan bertuliskan “ANMOR” berwarna hitam. Undakan semen di gerbang juga sedikit terkikis. Begitu memasuki UPL, tampak hamparan pohon pisang hias, dan sri rejeki di tengah-tengahnya. 

Ditempat paling pojok depan, terdapat ruang mesin berukuran kurang lebih 4X4 meter. Beberapa kaca jendelanya tidak ada, digantikan dengan potongan-potongan seng dan kertas karton bekas. Kanopi plastik putih di terasnya pun tinggal separo, dengan rangka besi yang berkarat, dirambati pohon anggur yang belum berbuah. Samar-samar terdengar suara musik dari ruang mesin. 

Di ruang tersebut ada Tuhaji, salah satu penjaga ULP. Dia bertugas dari pukul 10.00 hingga 14.00. Kepada Radar, dia bercerita apa yang dia ketahui tentang pengolahan limbah di daerah Jenggot. “Air limbah batik dan rumah tangga mengalir sari sini,” ujarnya seraya menunjuk selokan sedalam lima meter yang dialiri air berwarna keunguan. 

Ada pula saluran dari pabrik yang lebih besar, berupa pipa. Akan tetapi ketika itu tidak ada air limbah batik mengalir dari sana. Air itu kemudian ditampung melewati empat bak resapan berikutnya, yang berupa kolam semen di tanah.

Air dari selokan tersebut di saring untuk memisahkannya dari sampah-sampah plastik atau daun yang ikut terbawa arus. Namun terkadang, sambung dia, ada sampah plastik yang ikut terbawa ke tempat kualisi atau mixer. 

Sehingga, dia harus bekerja ekstra untuk membersihkannya. Setelah itu, air memasuki bak endapan. Air itu kemudian di pompa ke bak tampung. Akan tetapi, imbuh dia, mesin pompa terkadang rusak. Begitu pula mesin pengukur kadar Ph. Mesin pengukur tersebut masih bisa digunakan, namun enam bulan terakhir ini terjadi korsleting kabel. Akibatnya, kadar Ph air bisa terpantau dengan baik. Akar pohon sri rejeki, pisang hias, dan sansivera serta zeolit membantu proses penyaringan limbah. 

Hasilnya, air yang tadinya berwarna keruh menjadi bening kehijauan. “Warna hijau karena pengaruh akar pohon. Sedangkan bau air ini berasal dari akar yang mebusuk,” terang Tuhaji. Dia menambahkan, pada umumnya warga sekitar UPL menganggap tempat tersebut kurang berperan dalam pengolahan limbah. Namun dia maklum. Daya tampung UPL hanya kurang lebih 400 m3.

Sementara, limbah batik di Jenggot berkisar 700 m3 per hari. Belum lagi, terkadang air limbah dari Kabupaten Pekalongan mengalir ke UPL tersebut.

Dia berpendapat, setidaknya UPL Jenggot mengurangi dampak buruk pencemaran limbah batik. Dia menunjukkan beberapa polybag berisi tanaan cabai. Tanaman tersebut bisa tumbuh dan berbuah dengan disirami air hasil pengolahan limbah. Menurutnya, tenaga kerja UPL Jenggot perlu di tambah. 

Saat ini ada empat petugas yang bergiliran jaga setiap hari, kecuali Jumat. Pria yang telah bekerja di UPL sejak 2005 ini juga berharap, dirinya diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Apalagi, dia juga bertugas mencabuti rumput-rumput liar yang mengganggu proses penyaringan limbah. Dia juga harus menghidupi dirinya dan istri yang bertempat tinggal di Panjang Baru. (*)

(SUMBER : RADAR PEKALONGAN, 19-06-2013)

Tidak ada komentar: