Senin, 18 Februari 2013

Fenomena Anak Punk Perlu Mendapat Perhatian Serius

KH Masduki : Anak Punk Muncul Karena Dimanja 

KOTA – Fenomena maraknya anak punk maupun para remaja yang bergaya ala punk di Pekalongan ataupun wilayah lainnya di Indonesia, perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Apalagi, terkadang perilaku yang ditunjukkan anak – anak punk itu di jalanan, menimbulkan keresahan ataupun kekhawatiran masyarakat. Hal itulah yang perlu menjadi sorotan semua pihak, untuk bisa dicarikan solusinya dengan terlebih dahulu melihat akar permasalahannya. Seperti yang selalu diutarakan oleh salah satu Ketua MUI Kota Pekalongan, Drs KH Masduki AH MSi pada berbagai kesempatan. Tokoh yang juga menjadi dosen STAIN Pekalongan dan STIT Pemalang ini menilai, munculnya fenomena anak punk di masyarakat karena kurangnya perhatian terhadap anak dari orangtua, organisasi massa (ormas), parpol dan kadernya, dewan pendidikan, dan aparat pemerintah.

Anak punk dibiarkan muncul begitu saja, sehingga ada kesan mereka dimanja. “Anak punk muncul karena dimanja. Mereka tidak diberikan sentuhan perhatian khususnya masalah pendidikan agama,” katanya. Pria yang juga menjadi Dosen STIT Pemalang ini membeberkan, ada banyak hal lain yang menjadi penyebab munculnya fenomena anak punk ini. Diantaranya, saat berada di bangku sekolah. Mereka merasa khawatir tidak akan lulus sekolah. Kenapa? Menurut dia, disebabkan karena anak – anak kaget dengan kurikulum yang mensyaratkan standar kelulusan cukup tinggi hingga 5,5. Angka setinggi itu khususnya di tingkat SLTP terkesan dipaksakan tanpa dipersiapkan dan dikondisikan di tingkat sebelumnya.

Penyebab lainnya adalah masalah pendidikan agama yang tidak ditanamkan sejak sedini mungkin. Padahal jika bicara pendidikan agama, tidak boleh diberikan secara mendadak. “Tetapi harus dilakukan secara bertahap, disesuaikan dengan kemampuan akal anak didik,” tandasnya. Ditambah lagi, gemblengan daya tahan kepribadian dan kedisiplinan terhadap si anak tidak pernah dilaksanakan. Akibatnya, kepribadian si anak menjadi lemah karena lahir dan hidup saat anak – anak termasuk remaja bergelimang makanan, pakaian dan kendaraan. Gembelangan daya tahan tak pernah dilaksanakan. Akibatnya, rasa malu hilang. Harga diri norma hilang. Berpakaian aneh, mengamen, mencari fasilitas serba gratis, naik truk angkutan barang, mencorat – coret tembok. Hingga tampil urakan dan menggumpal bersama anatara laki – laki dan perempuan. “Bahkan sering dengan mengatasnamakan hak asasi manusia, padahal jauh dari pendidikan nasional Pancasila,” ungkapnya.

SOLUSI
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, KH Masduki mengemukakan beberapa solusi. Yaitu dengan penanaman disiplin dan prihatin atau daya tahan agar merasuk ke dalam jiwa yang disesuaikan dengan umur. “Yaitu dimulai saat anak usia 7 hingga 10 tahun harus terus menerus diperintah untuk disiplin dengan menjalankan kewajiban sholat. Ini harus ditekankan. Bila perlu ditetapkan melalui Keppes. Karena jika ajakan kewajiban sholat tidak dilaksanakan secara serentak, maka disiplin nasional akan lemah. Tanha 'anil fakhsyaai wal munkar, segara kemungkaran seperti miras, narkoba, dan sebaginya akan semakin merajalela,” tegas Masduki. Kemudian korupsi, pelanggaran aturan, kemaksiatan di semua lapisan masyarakat, tua atau muda, si kaya apalagi miskin, akan makin bertambah. Negara pun menjadi carut marut, disebabkan egoisme masing – masing orang, sebab tidak memperhatikan umur sholat 7-10 tahun. “Kalau bisa, ijazah jangan diserahkan tanpa petimbangan sholat di semua sekolah, apakah itu madrasah, TK, RA, dan TPQ,” imbuhnya.

Masduki menambahkan, solusi lainnya adalah dengan membentuk anak didik yang secara lahir dan batinnya selalu bertakwa kepada Allah. Kemudian dalam segala kehidupan 'Ipoleksosbud Hankamnas', selalu dilandasi dengan sikap kejujuran, keberanian, jiwa pahlawan, jauh dari hura – hura apalagi narkoba dan hal – hal lainnya yang merugikan orang lain. “Semoga dengan uraian langkah – langkah seperti ini, permasalahan anak punk ini bisa kita atasi bersama,” pungkasnya. (way)

(SUMBER : RADAR PEKALONGAN, 18-02-2013)

 

Tidak ada komentar: