Senin, 18 Februari 2013

Kesadaran Nelayan Akan Keselamatan Saat Belayar Masih Rendah

Kesadaran Nelayan Pekalongan Atas Keselamatan Masih Rendah

TRIBUNNEWS.COM, PEKALONGAN -- Badan Kordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) membagikan seratus lima puluh pelampung hasil design Bakorkamla kepada nelayan di wilayah Pekalongan, Jawa Tengah, Sabtu, (16/02/2013).

Staf Ahli Bidang SAR Bakorkamla, Nus Sunadi, dalam pembekalannya kepada nelayan Pekalongan di aula Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan, mengatakan bahwa kesadaran nelayan mengenai keselamatan saat berlayar masih rendah.

"Oleh karena itu kita berikan secara cuma-cuma, biar nelayannya merasa aman, dan bisa terus menjadi tulang punggung keluarga, biar tumbuh kesadaran untuk keselamatan," katanya.

Pelampung tersebut terbuat dari sejenis foam yang dibalut dengan satin Jepang, oleh karena itu daya apungnya jauh labih baik dari pada pelampung pada umumnya.

Menurut standar Safety Of Life at Sea (SOLAS) sebuah pelampung harus bisa mengapung dengan beban selama sekitar 72 jam. Nus mengatakan pelampung tersebut sudah diuji daya apungnya dengan beban 15 kilogram selama 82 jam.

"Jika seseoran bertahan di laut diatas 82 jam, umumnya seseorang itu sudah meninggal, karena kehilangan panas tubuh maupun kekurangan cairan," ujarnya.

Pelampung yang dilengkapi dengan pluit itu berwarna oranye. Nus dalam pembekalannya menuturkan bahwa warna tersebut akan sangat mudah dikenali dari kejauhan, sehingga proses pencarian korban yang mengenakan pelampung itu jadi lebih mudah.

Ia mengatakan, pelampung Bakorkamla itu sudah disebarkan di berbagai tempat, mulai dari pesisir Maluku, Bali, hingga ke pantai Selatan dan pantai Utara.

Kepala Seksi Tata Operasional, Pelabuhan Perikanan Nusantara, Pekalongan, Turhadi, menambahkan bahwa di lingkungan Pekalongan kesadaran pemilik perahu untuk melengkapi alat-alat keselamatan memang bisa dikatakan rendah.

Ia mencontohkan, sebuah kapal berkapasitas sekitar 40 orang, umumnya hanya dilengkapi dengan pelampung sekitar 10-20 buah. Padahal kapal tersebut bisa berlayar hingga berbulan-bulan, mulai dari wilayah Natuna hingga selat Makasar.

Sahuri (52), Anak Buah Kapal (ABK), Kapal 30 Gross Stone bernama Jaya Samudra, membenarkan pernyataan Turhadi. Kata Sahuri, para nelayan di Pekalongan sudah terbiasa melaut dengan peralatan seadanya.

"Tapi ya kalo dipikir-pikir kita melaut berbulan-bulan tanpa alat keselamatan, ya saya takut juga," jelasnya.
Sahuri yang telah menjadi nelayan sejak umur 9 tahun itu menceritakan bahwa pada tahun 1983 kapalnya sempat terbalik dihantam ombak. Ia dan sejumlah rekan-rekannya terpaksa berenang ratusan meter tanpa pelampung ke darat.

Selama menjadi nelayan, ia pun sadar bahwa banyak rekan-rekannya yang meninggal hanyut dilaut, salah satunya karena kurangnya alat keselamatan.

"Kalau kita pikir-pikir pelampung dan alat keselamatan itu penting, tapi kita kan terserah pemilik kapal, kalau pemiliknya tidak mau ya kita tidak bisa apa-apa," ucapnya. (NURMULIA REKSO PURNOMO).

 

Tidak ada komentar: