Senin, 04 Februari 2013

Warga Meminta Kebijaksanaan Pemkot Pekalongan Agar Melegalisasi Dan Mengizinkan Tanah Ini Untuk Dimiliki Warga

Harapkan Legalisasi Tanah Agar Diakui Keberadaannya

MERASA bermukim di tanah yang bukan miliknya, warga poncol merasa resah. Sebab sewaktu-waktu dapat 'diusir' dari tempatnya. Selintas memang, warga tak memiliki beban apapun. Mereka menjalani rutinitasnya sehari-hari dengan kondisi normal. Sebagian besar warga, tengah beristirahat karena matahari telah berada tepat diatas kepala. Mereka tampak nyaman beristirahat di dalam rumah masing-masing yang rata-rata berukuran lima kali 10 meter tersebut. Anak-anak juga terlihat ceria bermain di atas keramik yang tak sama bentuknya satu dengan yang lain.

Para keluarga kecil di sana, seakan mendapatkan 'berkah' terbesar. Karena dapat mendirikan rumah bagi keluarganya. Meskipun masih semi permanen, mendirikan rumah secara mandiri sudah merupakan satu jawaban akan kebutuhan hidup. Dengan telah pastinya tempat tinggal, maka warga disana dapat keluar untuk mengejar kebutuhan lainnya. Namun, kondisi berbalik akan terlihat saat mereka ditanya mengenai status tanah yang mereka tempati. Keluhan dan berbagai macam harapn akan lebih banyak muncul dari pada ketenangan. Kebutuhan akan tempat tinggal yang tinggi, sedangkan harga tanah dan rumah yang semakin mahal, membuat warga RT 2 RW 5. Kelurahan Poncol terpaksa menghuni tanah eks bengkok yang sebelumnya diperuntukkan bagi perangkat desa, dan tentu saja tanpa izin.

Sekitar tahun 2004, sebanyak 75 KK yang sebelumnya hanya berjumlah 52 KK sudah berada disana. Entah bagaimana awalnya. Warga disana mematok tanah yang dahulu berbentuk sawah tersebut, untuk kemudian diuruk dan didirikan rumah. Dengan status demikian, warga sadar bahwa sewaktu-waktu mereka dapat disingkirkan. “Untuk itu kami berharap kepada pemerintah agar bisa berlaku bijak dengan mengiinkan warga untuk menempati tanah disana,” tutur Wasbari, Ketua RT 2 RW 5 mewakili warga yang lain. Bahkan, lanjutnya, warga siap untuk mengangsur pembayaran tanah berapapun nilainya, dan berapapun nilainya, dan berapapun lamanya jangka waktu yang ditentukan. “Intinya, mereka ingin legalisasi agar diakui dan tidak hidup dalam status melanggar,” tuturnya lagi.

Wasbari kemudian menceritakan, awal warganya menghuni tanah tersebut. Dikatakannya, sebelum didirikan pemukiman tanah. Dulunya sudah tiga kali dibuat lapangan oleh masyarakat saat sawahnya dalam kondisi kering. Kemudian, saat melihat tanah eks bengkok yang ada di belakang SMP 7 telah dihuni, warga mempunyai kesimpulan bahwa eks bengkok boleh dipakai. Dari diskusi sekelompok warga, kemudian mereka sepakat untuk mematok tanah disana. “Akhirnya kami patok tanah disana dan dibagi – bagi untuk warga asli Poncol,” tuturnya. Dikatakannya, tindakan warga tersebut tanpa seizin tapi sepengetahuan pihak kelurahan. Diperkirakan Wasbari, kelurahan tak bisa berbuat banyak. Mengingat harus melawan warganya sendiri. “Sejak itu jumlah awal rumah yang hanya 52 terus bertambah sehingga menjadi 75 KK, karena masih banyak juga sempalan tanah yang tersisa dan masih dimungkinkan dibangun rumah,” imbuhnya lagi.

Bertahun – tahun hidup tenang. Kini warga kembali resah. Sebab permasalahan status tanah tersebut kembali muncul ke permukaan. Dari awal hingga saat ini, harapan warga disana hanya satu, tanah yang ditempatinya dapat dilegalisasi, sehingga diakui menjadi milik mereka. Berapapun biaya dan jangka waktu pembayaran, akan disanggupi oleh warga. Ditanya apakah pernah ada tanah yang diperjual belikan. Wasbari mengakui hal itu pernah terjadi. Namun, dalam istilah warga bukanlah jual beli. Tetapi hanya melimpahkan penempatan saja dengan membayar uang pengurungan atau pembangunan rumah yang sudah dikeluarkan penghuni sebelumnya.

Dikatakannya lagi, beberapa waktu yang lalu dirinya dan warga lain mendapatkan tugas langsung dari Pemkot Pekalongan untuk mendata penghuni berakhir rumah disana. Namun dirinya belum mengetahui ada tujuan apa dari pendataan yang dilakukan itu. “Intinya saya mewakili warga meminta kebijaksanaan Pemkot Pekalongan agar melegalisasi dan mengizinkan tanah ini untuk dimiliki warga. Sehingga kami dapat lebih tenang hidup disini,” harapnya. (*)

(SUMBER : RADAR PEKALONGAN, 04-02-2013)

 

Tidak ada komentar: